Page 14 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 14

Aku dan Tuanku


               Aku tersentak, terbangun karena terkejut.
               Anjing! Lagi enak-enak tidur mendengkur, dikejutkan suara hinger
        bingar  tak  karuan. Suara  derung knalpot  sepeda motor  yang dicopot
        sarangannya meraung-raung dan suara bising truk memekakkan telinga
        seakan ingin memecahkan gendang telinga. Suara bising itu ditimpali
        teriakan-teriakan kompak dan  bersemangat terdengar gegap gempita
        meneriakkan yel-yel dan slogan-slogan. Diiringi teriakan-teriakan yang
        tak kalah kerasnya dari orang-orang yang menonton keramaian itu di
        pinggir jalan. Di tengah teriknya panas itu seakan merasa tak pedulikan.
        Debu-debu  beterbangan,  kotor. Jalanan  sesak  dan akhirnya macet.
        Justru  kemacetan  itu  memberi  kesempatan  mereka  untuk  berhenti
        dan kembali meneriakkan yel-yel yang riuh. Polisi menjadi kewalahan
        mengatur jalanan. Akhirnya, para pemakai jalan memilih mengalah dan
        memberikan kesempatan rombongan massal itu untuk lewat.
               Benar-benar bising!  Dasar manusia! Dengusku kesal sambil
        menguap.
               Kuperhatikan  keramaian  itu  dari  pinggir  jalan.  Mataku
        membelalak lebar, tetapi kemudian  menyipit  karena silau  melihat
        lautan merah di  depan sana.  Orang-orang di  rombongan itu  berkaos
        merah  semua.  Setelah  kuperhatikan  dengan  seksama,  ternyata  di
        punggung kaos mereka ada gambar kepala banteng. Ikat kepala mereka
        juga merah. Riuh kulihat penampilan mereka. Berani, merah menyala.
        Menarik, gumamku.
               Aku  menjadi  tertarik  untuk  melihatnya  dari  dekat.  Seketika
        kantukku menjadi lenyap tak berbebas. Ku coba berjalan mendekati dan
        menyeruak di antara kaki-kaki ribuan manusia yang berdiri berdesakan
        di pinggir jalan. Tapi sial, aku tidak bisa menguak kerumuan itu. Tetapi
        kucoba nekad untuk berdekan maju.
               “Enyah kau anjing kurap,” ada kaki angkuh menyepak tubuhku.
               Kaing ... kaing, teriakku kesakitan.




        14                   Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19