Page 15 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 15

Ku tatap orang yang menyepak  tubuhku tadi, tetapi  ternyata
        orang itu  juga sedang menatapku dengan mata menakutkan.  Sorot
        matanya mengancam. Ku lihat kakinya sedang bersiap  lagi  untuk
        menyepakku lagi, agaknya.
               Bah, geramku marah. Tapi segera aku angkat kaki meninggalkan
        manusia angkuh itu. Bukannya takut, tapi karena aku memang tak mau
        buat keributan. Saat ini aku nggak sreg memancing pertengkaran dengan
        manusia. Ku seret kakiku meninggalkan kerumunan lautan manusia itu.
        Ku pikir,  memang  tak  ada gunanya andai  aku ikut kerumunan  di  situ
        karena paling-paling arakan massal itu tak dapat terlihat olehku. Dan
        barisan orang-orang itu tak bakalan kasih aku tempat, tak sudi bersisihan
        denganku, dan tak rela bila aku ikut menonton keramaian itu. Buktinya,
        tadi sudah ada manusia yang memaki dan menyakiti tubuhku.
               Maka aku segera berlari menjauh.  Di  bawah semak-semak
        yang cukup  teduh  kurebahkan  tubuhku  yang  mulai terasa kepanasan
        dan  keringatan.  Di  mana-mana  ku  lihat suasana  ramai.  Dan  jauh  di
        sana  lamat-lamat kudengar lagi  suara teriakan  yel-yel yang semakin
        membuatku  tertarik. Aku memutar otak dan  kubiarkan  mataku
        berputar-putar mencari tempat strategis agar bisa  ikut  menyaksikan
        keramaian.  Beruntung aku menemukan drum tempat-minyak  tanah
        di depan toko babah Liong. Ide cemerlang tiba-tiba muncul di otakku
        membuat bibirku tersenyun. Setengah berlari aku menuju ke drum di
        depan toko. Ku lihat nggak ada orang yang memperhatikan aku karena
        begitu asyiknya melihat keramaian di sana. Tetapi lagi-lagi aku sial. Drum
        itu  terlalu  tinggi  untuk  kupanjat,  Apalagi  kulihat  nggak  ada  sesuatu
        yang bisa aku gunakan untuk meloncat. Aku.menghela nafas putus asa.
        Akhirnya dengan langkah gontai aku berteduh di bawah sebatang pohon
        waru di dekat drum. Oh, mungkin memang jatahku, hanya mendengar
        keramaian itu tanpa ikut melihatnya.

               Lama kelamaan suara arak-arakan itu sudah semakin tak terdengar
        karena sudah semakin menjauh. Orang-orang mulai membubarkan diri.
        Aku  bangun  dan  duduk  menyaksikan  mereka dengan  sikap  waspada
        untuk bersiap-siap menghindari orang-orang yang tak ramah padaku,




        Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com      15
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20