Page 94 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 94
bagaimana mungkin ayah memilih perempuan seperti ini? Keluhku
sekian kalinya. Berkali-kali aku berniat membunuhnya. Tetapi aku
ternyata tidak seberani imajinasiku. Aku masih takut dosa dan dipenjara.
Dan aku masih memnghormati ayahku, meskipun hubungan kami sudah
sangat jauh. Yang ada hanya marah dan sesal yang terus mengumpal di
dada.
**
Glek…glek….
Isi botol itu hampir habis, Tinggal tersisa beberapa teguk lagi.
Ini sudah botol ketiga yang dibuka. Tetapi kami terus saja minum. Tak
peduli siang atau malam. Beberapa temanku sudah mulai sempoyongan
dengan mata merah. Yang lainnya terus meracau sambil menenguk isi
botol.
“Gibran, habisin saja,” kata Leo sambil mengangsurkan botol
ketiga. “Nanti cari lagi, hehehehe..”
Aku tertawa, mengambil botol dengan cepat dan menghabiskan
dalam sekejap mata. Sebenarnya dadaku terasa nyeri. Mataku mulai
perih. Kepalaku berat. Ribuan kunang-kunang mengelilingi kepalaku.
Tapi tenggorokanku terasa dahaga terus, memaksaku untuk terus
minum. Meskipun sama sekali tidak enak, tetapi minuman setan ini
mampu membantuku melupakan masalah yang kuhadapi. Berkumpul
dengan teman-teman yang mempunyai masalah sama membuatku
merasa lebih dihargai dan tidak lagi dibebani hal-hal yang membuatku
hampir gila. Kadangkalu aku sadar, apa yang kulakukan ini tidak akan
menyelesaikan masalah, justru menambah ruwet. Tetapi kemana lagi
aku harus mengadu? Ayah dirumah sudah lama tidak peduli. Semua
perhatian dan kasih sayang hanya ditujukan kepada istrinya. Sementara
ketiga kakakku sibuk mencari pelariannya sendiri.
Saat Jose membuka botol keempat, pandangan mataku mulai
kabur. Dengan kupaksakan aku berdiri untuk menyambut botol itu.
94 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com