Page 96 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 96
“Nek,” sapaku berat. Mataku tidak mampu terbuka sempurna.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya nenek. Kali ini tangan tuanya
mengusap dahiku.
Aku meringis menahan rasa sakit.
“Gibran dimana, nek?” tanyaku penasaran. Saat aku mengangkat
tangan kulihat selang influs terpasang. Kesadaranku perlahan pulih.
“Rumah Sakit?” tanyaku lagi.
Nenek mengangguk. “Sabar ya. Istirahatlah agar cepat pulih.”
Ucap nenek lagi.
Aku mengangguk samar. Tak ingat bagaimana aku bisa berada di
sini.
“Nek, apa yang terjadi?”
“Kamu tidak ingat? Kamu sakit. Sudah tiga hari kamu pingsan.
Alhamdulillah kamu akhirnya sadar.” Mata nenek berkaca-kaca.
“Ti..ga..ha..ri? “ tanyaku heran. Aku sama sekali tidak ingat lagi.
Yang terakhir kuingat aku berusaha meraih botol minuman tapi badanku
terasa seringan kapas.
“Le, setelah sembuh, tolong kamu jangan kembali lagi, ya. Jangan
ulangi perbuatanmu. Jangan merusak diri sendiri,”pinta nenek terbata-
bata. Sudut matanya mulai dibasahi cairan bening.
Aku hanya bisa menatap nenek dengan sedih. Tidak tahu apa
yang akan kulakukan nanti. Tiba-tiba aku teringar ibu. Mataku mencari-
cari ibu. Kosong. Hanya ada nenek.
**
Aku mengangguk dengan takjzim. Semua pelajaran penting hari
ini meresap kedalam sanubariku. Semua kalimat pak Kyai tidak ada yang
sia-sia. Aku telah menelaah dan mengendapkan dalam hati.
“Masih mau disini?” tanya pak Kyai saat melihatku masih terpekur
menekuni terjemahan Al Qur’an.
Aku mengangguk.”Injih, Kyai. Saya masih butuh belajar,” ucapku
sehalus mungkin.
96 Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com