Page 95 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 95
Tapi entah mengapa lututku terasa berat. Badanku ringan dan terasa
melayang. Perutku mulai seperti diaduk-aduk dan perlahan mulai naik.
Dalam sekejap aku muntah-muntah berat. Bau tajam minuman alkohol
menyeruak tajam membuat kepala semakin pening. Dan tanpa dapat
kutahan, tubuhku jatuh berdebum di tanah.
**
Mataku terasa berat. Samar-samar aku melihat bayangan ibu
sedang tersenyum dari jauh. Sekeliling ibu ada kabut tipis berwarna putih.
Ibu kelihatan berseri-seri diantara kabut yang seakan menyelimutinya.
Cantik dan muda. Tidak ada lagi tubuh kurus ringkih dengan wajah
seputih kertas. Tidak ada nafas tertahan menahan penderitaan dan
kesakitan.
Aku terpana dipenuhi kerinduan yang membuncah di dada.
Bertahun-tahun aku selalu merindukan sosoknya hadir dan memelukku.
Dengan berlari kecil aku menghampiri ibu. Kupeluk dia dengan segenap
kasih sayang. Dekapan ibu yang penuh kelembutan dan cinta kasih
membuatku terbuai. Hilang sudah rasa sakit yang selalu aku tahan.
Pudar sudah rasa dendam dan kemarahan yang setiap saat membakar
diriku. Aku hanyut.
“Alhamdulillah, sudah sadar,” samar kudengar suara disebelahku.
Aku merasakan sebuah tangan hangat memegang tanganku dan
mengusap dengan lembut. Meskipun tidak selembut ibu, tetapi perasaan
kasih menjalar dari tangan keriputnya.
Kubuka mata perlahan. Silau sinar matahari menerobos korden
kain yang berkibar tertiup angin dari AC yang menempel di dinding
membuatku menutup mata kembali. Kepalaku masih terasa berdenyut-
denyut. Sakit. Ulu hatiku terasa panas terbakar.
“Gibran, bukalah matamu, le,”sebuah suara menyapaku lembut.
Kuberanikan diri untuk membuka mata, dengan menahan rasa sakit.
Samar kulihat perempuan bersuara lembut itu nenekku. Ibu yang selalu
disayangi mendiang ibuku.
Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com 95