Page 85 - Maluku dan Luwu CMYK.indd
P. 85

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM DI KAWASAN INDONESIA TIMUR: MALUKU DAN LUWU



               menawarkan  diri  membantu  namun ditolak  oleh Bonggakaradeng  karena
               mengganggap mereka tidak berguna baginya. Namun, ketika Bonggakaradeng
               sedang beristirahat dan pulang ke rumahnya untuk makan siang keduanya
               mengerjakan pekerjaan di tempat kerja ayahnya. Mereka mampu menyelesaikan
               semua pekerjaan bahkan melampaui standar Bonggakaradeng sendiri.

                   Terdapat  versi lain; kedua  anak tersebut  mengerjakan  sebuah  labo’  penai

               bulawan atau sebuah  pedang  emas  yang diberi  nama  Tonapa. Pedang  itu
               kemudian  menjadi  pusaka  keramat;  sarungnya terdapat di  Sawitto, sebuah
               kerajaan Bugis, sedangkan pedangnya tersimpan di Simbuang. Kedua anak itu
               berhasil  menyakinkan Bonggakaradeng  bahwa  mereka adalah  putranya dan
               tinggal beberapa  waktu  bersama  ayahnya  tersebut. Tetapi karena  kebiasaan
               Bonggakaradeng  yang masih menyantap  daging  babi,  kedua  putranya
               meninggalkan  Bonggakaradeng  berperahu  ke hilir  Sungai Masuppu  bersama
               ibu  mereka.  Di tempat  tersebut,  ibu  mereka  berubah  menjadi  batu. Mereka
               kemudian mengeluarkan kekuatan gaib yang menyebabkan langit gelap-gulita

               kecuali di sekitar kediaman mereka sehingga orang-orang meminta penjelasan
               mengenai peristiwa tersebut. Kedua saudara itu mengatakan bahwa mereka akan
               mengembalikan keadaan ini bila orang-orang itu sepakat untuk memperlihatkan
               rasa hormat dan berhenti mengkomsumsi daging babi atau daging apapun yang
               tidak mati karena disembelih. Penduduk bersepakat dan ketika Islam datang di
               wilayah tersebut mereka memeluk agama Islam, sementara kedua bersaudara
               tersebut mengawini anak perempuan dari keluarga bangsawan tinggi setempat

               dan menurunkan beberapa  anak yang kelak  menjadi  leluhur  penting (Gibson
               2009: 101–2).

                   Terdapat versi lain yang mirip dengan kisah tersebut di Ara, sebuah wilayah
               di pesisir timur Sulawesi Selatan yang terkenal sebagai tempat para ahli pembuat
               perahu (Gibson 2009). Kisah tersebut menceritakan tentang Sawerigading yang
               merupakan tokoh utama dalam kebudayaan Luwu menghamili seekor babi dan
               menurunkan seorang putra yang sama terkenalnya dengan bapaknya yaitu La
               Galigo. Kisah tersebut  diperoleh dari tradisi Konjo,  yaitu masyarakat penutur
               bahasa  lokal  Konjo  di  kawasan Ara (Gibson 2009). Suatu  ketika Sawerigading

               ke Pamata  di Pulau  Selayar untuk membuat  perahu.  Untuk memperlihatkan
               kekuasaannya ia selalu mengencingi tempat yang didatanginya sebagai tanda



                                              69
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90