Page 127 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 127
Kei, Aru, Seram bahkan sampai ke Waigeo, Waigama dan Bacan.
Penguasaan terhadap wilayah dan penduduk Banda ini telah
menimbulkan pertentangan dan perlawanan.
Di dalam sejarah tercatat perlawanan pertama yang
dilancarkan oleh penduduk Maluku melawan imperialisme
Belanda dilakukan oleh penduduk Banda. Perlawanan rakyat
Banda ini terjadi pada tahun 1609, melawan armada VOC yang
dipimpin admiral Verhoeff dan Witterea yang mencoba
menduduki pulau tersebut. Verhoeff tewas dalam insiden itu,
sehingga demi memenangkan politik monopoli perdagangan,
voe memberlakukan prinsip kekerasan yaitu berperang yang
dirancang oleh Yan Pieterzsoon Coen. Coen menjabat sebagai
Gubernur Jenderal pada tahun 1619 dan pada tahun 1621 ia
memutuskan untuk menaklukkan Banda dengan segala
kekerasan agar mereka tunduk kepada voe.
Dalam peperangan itu hampir seluruh penduduk Banda
dimusnahkan oleh Coen dengan sangat kejam dan tidak berperi
kemanusiaan. Penduduk yang selamat dan masih hidup
mengungsi ke pulau-pulau di sekitar laut Banda yaitu ke pulau
Kei, Gorom, Watubela bahkan sebagian ada yang mengungsi ke
Makassar di Sulawesi Selatan. Sepeninggal penduduknya,
pulau Banda kemudian dinyatakan sebagai milik VOC.
Tanah-tanah dan perkebunan penduduk dijual dan dibagi-
bagikan kepada pengusaha-pengusaha perkebunan asing
seperti orang Jerman, Cina dan Belanda yang disebut
perkeniers (pemilik kebun/tanah). Para pekerja pada perken-
perken atau perkebunan-perkebunan tersebut diangkut dari
Jawa, Sulawesi Tenggara dan juga Irian. Para pekerja ini
diperlakukan sebagai kuli-kuli kontrak dan budak-budak
dengan upah yang sangat rendah. Hal tersebut mengakibatkan
pada tahun 1662 rakyat Gorom mengadakan perlawanan
terhadap kedatangan Vinck. (MRL. Lestaluhu : 1987/1988).
Episode pada abad 16 dan 17 itu dapat memberi gambaran
kepada kita tentang pembentukan mentalitas dan kebudayaan
penduduk di sekitar laut Banda dan laut Arafura pada masa
tersebut. Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan.
111