Page 189 - Jalur Rempah.indd
P. 189
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 179
Menurut sebuah deskripsi yang dibuat pada 1616, semua lada yang dibawa
dari Pariaman, Tiku dan pantai barat Sumatera tumbuh di Indrapura di mana
raja penguasanya bernama Raja Hitam, yang konon memiliki 30 ribu orang
abdi dengan tugas menanam lada dan padi untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Lada itu ditanam kira-kira 20 mil sebelah utara Selebar. Ada tempat
yang disebut Menjuta, terletak di tepi laut di mana sungai Indrapura mengalir
ke laut. Indrapura juga terletak 18 mil arah darat dari Menjuta. Akan tetapi
tidak ada jalur laut untuk menuju Indrapura. Ada lahan yang baik untuk
berlabuh di pantai barat sekitar lokasi itu, tetapi tidak ada pemukiman sama
sekali sehingga semua lada Indrapura harus diangkut ke Tiku, Pariaman atau
Selebar.
Sebagai akibat dari tuntutan yang tinggi, penanaman lada menyebar ke
tempat-tempat lain di pantai barat sepanjang abad XVII. Untuk mempertahankan
monopoli, Aceh mengangkat seorang panglima atau bupati di Tiku, Pariaman
dan tempat-tempat lain dan di Tiku bahkan memiliki sebuah benteng yang
dibangun pada tahun 1621 untuk mengontrol orang-orang Melayu. Pengaruh
Aceh di pantai barat Sumatera tidak bisa diabaikan. Ini digambarkan dalam
Daghregister tahun 1663. 181 Pariaman menjadi pangkalan utama bagi orang
Aceh. Hal serupa berlaku di sana sehubungan dengan penduduknya dan naik
dari waktu ke waktu meskipun mereka sangat dihormati dan ditakuti oleh
penduduk bumiputera. Pariaman menjadi salah satu tempat yang paling padat
penduduknya di pantai barat dan dari sana orang bisa melewati darat menuju
pedalaman Minangkabau dengan kekayaan emas. Namun orang Aceh memiliki
banyak tuntutan di sana.
Padang banyak disinggahi kapal Aceh. Di Pauh dan pusat Islam terkenal
Ulakan, wibawa mereka sangat besar (seperti kenyataannya, pantai Barat bisa
masuk Islam berkat Aceh sampai pertengahan abad XVI). Untuk menghindari
hilangnya keuntungan dari lada pantai barat, sultan Aceh berusaha memaksa
para pedagang asing untuk mengunjungi Aceh untuk mengambilnya di sana.
Meskipun orang Belanda berusaha menghindari larangan itu, orang Aceh
181 J.A. Van der Chijs. Dagh-register gehouden int Casteel Batavia vant passerende daer ter plaetse als over
geheel Nederlandts-India, anno 1625. Batavia, 1893, Landsdrukkerij