Page 191 - Jalur Rempah.indd
P. 191

REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA  181



               di luar perhitungan lonjakan harga lada yang terjadi karena orang Belanda

               dipaksa untuk membayar pajak atau cukai kepada para pejabat kerajaan Aceh
               untuk menjual kain dan membeli lada yang jumlah penyusutannya mencapai
               antara  21 dan 22%. Waktu berubah.  Bila sebelum melakukan perdagangan di
               berbagai tempat secara bebas tanpa gangguan dan pungutan, kini orang Aceh
               sibuk di sepanjang pantai barat Sumatera dan membuat penduduknya takut
               sehingga mereka tidak berani berdagang dengan kapal.


                   Aceh  sengaja  berusaha menjamin monopoli lada  bukan  hanya lewat
               kebijakan  pedalamannya,  tetapi  juga  dengan  cara  ekspansi dan  mengatur
               aktivitas  orang Belanda dan Inggris bisa terlibat di sana. Pada 1615 Palembang,
               Jambi, Indragiri dan Siak bersatu dalam ikatan pertahanan di bawah Johor
               karena takut  terhadap Aceh. Persatuan ini diperkuat dengan perkawinan
               politik kerajaan. Namun demikian, ketika  itu armada Aceh dengan kekuatan

               17.000 orang menaklukkan Pahang pada 1618, Kedah telah menerima bantuan
               dari Patani pada 1619  dan Perak pada tahun 1620. Di pantai timur Sumatera,
               kekuasaan Aceh ditegakkan di Deli. Indragiri juga harus menghadapi serangan.
               Para penguasa dari berbagai kerajaan bersama ribuan kawulanya diangkut
               ke Aceh.  Aceh  menghancurkan  sejumlah kebun  lada di  Kedah. Johor,  yang
               harus menghadapi beberapa serangan selama beberapa tahun (1567, 1570,
               1582,  1613)  dan dipaksa mengalihkan  pusat pemerintahannya  berkali-kali
               (dari Bintan, Ujung Tanah, Batu Sawar, hingga Lingga) mengalami serangan
               mematikan pada awal 1623. Karena bangga pada keberhasilannya, Iskandar

               Muda  sebagai  penguasa  Aceh saat  itu,  tidak  mau  terancam  ketika  setelah
               kesepakatan  1619  orang Inggris dan Belanda  berusaha mendapatkan  izin
               untuk  melakukan  perdagangan  langsung  dengan pelabuhan-pelabuhan  di
               pantai barat, meskipun perjanjian yang dibuat di antara mereka tentu saja
               tidak  menyenangkannya.  Sejak  itu  mereka tidak  saling mendahului  dalam
               memberikan hadiah besar.


                   Akibatnya  Aceh, seperti Patani  dan juga  Malaka Portugis, harus
               tergantung pada Jambi. Dari sana mereka juga menanam lada pada masa lalu
               untuk memasok pasarnya. Telah diketahui bahwa orang Jawa juga terbiasa
               memperoleh lada dari sana. Sebagai kenyataan, Jambi hanya memperoleh lada
   186   187   188   189   190   191   192   193   194   195   196