Page 28 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 28
Masyarakat Bahasa dan Pengajaran Bahasa 17
sebuah konsep masyarakat tutur yang kurang memadai dalam
penelitian tentang bahasa gender:
a) kecenderungan untuk menjadikan bahasa sebagai sentral,
b) penekanan pada konsensus sebagai prinsip
pengorganisasian masyarakat,
c) preferensi untuk mempelajari anggota masyarakat kelas
menengah atau orang-orang pinggiran (marginal),
d) fokus pada kelompok dengan mengorbankan individu,
e) memandang identitas sebagai seperangkat kategori yang
statis,
f) interpretasi peneliti yang condong pada pemahaman
bahwa peserta yang terlibat dalam penelitian dianggap
sebagai suatu latihan bagi mereka.
Bucholtz berpendapat bahwa dalam masyarakat terdapat
kerangka praktik, kita dapat mendefinisikan kelompok sosial
dengan semua praktik-praktik sosial, bukan hanya bahasa. Konsep
ini juga dapat menggabungkan gagasan bahwa mungkin ada
konflik dalam suatu kelompok tentang praktik dan norma, dan
anggota masyarakat menjadi terpinggirkan menjadi individu,
kondisi ini dapat dimasukkan dalam sebuah analisis. Selanjutnya,
seperti yang akan kita bahas pada topik selanjutnya, hal ini tidak
menempatkan penutur pada kondisi pra-ada (pre-existing) untuk
kategori identitas, tetapi berfokus hanya pada konstruksi identitas
mereka sendiri. Identitas dapat dibangun melalui linguistik.
Misalnya, penggunaan bentuk-bentuk leksikal tertentu atau varietas
bahasa dapat berkontribusi pada identifikasi penutur, sebagai
kekuatan komunikatif praktik-praktik tertentu, misalnya penerapan
keheningan dalam berbicara, formula ucapan, dan tatapan.
Sebuah konsep dalam studi tentang identitas menyatakan
bahwa identitas bukanlah sesuatu yang kita miliki, tapi sesuatu
yang kita lakukan. Seperti praktik komunitas dimana seseorang
dapat menemukan dasar dalam suatu interaksi. Heller (2012)
mencatat bahwa konsep identitas, bersama dengan orang-orang
dari masyarakat dan bahasa, merupakan ‗perangkat heuristik‘ yang
menangkap beberapa elemen tentang bagaimana kita mengatur
diri kita sendiri, tetapi merupakan sesuatu yang harus dipahami
sebagai pembangunan sosial.
Foucault (1980) berpendapat, diri bersifat tidak tetap, tetapi
merupakan sesuatu yang dapat diposisikan dan direposisi melalui
sebuah wacana. Sebagai konsekuensi, identitas penutur harus
terus direkonstruksi dan mungkin didefinisikan ulang melalui
sebuah wacana; mereka dianggap tidak ada jika berada di luar
wacana. Sebagai contoh, identitas sebagai wanita, dengan fokus