Page 104 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 104
wenangnya kata terhadap maknanya. Ia bisa melecehkan fakta demi meraih
kepuisiannya.”
Namun, bagaimana pun juga, sebuah karya sastra yang terinspirasi dari
kenyataan akan mengandung kenyataan, meskipun sedikit. Dan yang terpenting, Sapu
Tangan Fang Yin, mengajak masyarakat untuk tidak lupa dan terus mencari kebenaran
dari peristiwa kelam di pertengahan Mei 1998. Peristiwa demi peristiwa tentang
mundurnya Soeharto dan Gus Dur jelas berkaitan dengan kemajuan sastra. Bagaimana
sastrawan menanggapi peristiwa di negeri ini, merupakan refleksi politik sastra. Sastra
tidak pernah kenal menyerah.
“Menulis puisi adalah menulis di atas tulisan. Mempertebal, menggarisbawahi
tulisan kehidupan/peristiwa/makna yang telah ada atau yang sedang terjadi. Puisi yang
mempertebal tulisan kehidupan adalah puisi yang melawan lupa,” kata Sang Presiden
Penyair. Jadi menulis sastra itu butuh politik sastra. Setiap langkah sastrawan yang
tanpa politik, agaknya sering gagal menembus kabut kekuasaan. Kepemimpinan
bangsa ini jelas perlu politik sastra, terlebih jika sastrawan berhadapan dengan
pemerintah yang alergi sastra.
Politik memainkan peranan utama dan latar belakang politik merupakan latar
belakang utama, seperti yang ada dalam novel-novel politik Dalam bentuknya yang
paling ideal, novel politik adalah novel yang berisi ketegangan internal.Untuk menilai
novel politik tidaklah jauh berbeda novel lain, yaitu berapa banyak pandangan moral
yang disarankannya, dan lain-lain.
Howe menyatakan bahwa novelis politik harus melibatkan diri sebaik-baiknya
dalam pergolakan politik, tanpa hal itu karyanya akan mentah. Hal ini ditekankan lagi
oleh Max Adereth (1975: 445-485) yang salah satu karangannya membicarakan
literature engagee (sastra yang terlibat).Didalamnya Adereth mencoba menampilkan,
dan sekaligus mempertahankan, gagasan tentang keterlibatan sastra dan sastrawan
dalam politik dan ideologi. Ada dua macam keberatan atau serangan terhadap gagasan
keterlibatan ini : (1) Literature Engagee terlalu berbau politik sehingga tak sehat lagi, (2)
Lebih mendasar dan oleh karenanya lebih sulit dijawab, menyatakan bahwa keadaan
masyarakat modern kita ini telah menyebabkan segala macam keterlibatan menjadi
kuno.
Pengarang mempunyai hak penuh untuk mengharapkan kebebasan dari
masyarakatnya, namun masyarakat juga mempunyai alasan untuk mengharapkan rasa
tanggung jawab sosial dari pengarang.Rasa tanggung jawab ini berupa rasa kritik, tidak
untuk membuat ilusi, tetapi untuk menghancurkannya. Ada tujuh cara yang menurut
Williams untuk dipergunakan pengarang dalam memasukkan gagasan sosialnya ke
dalam novel :
(a) mempropagandakannya lewat novel
(b) menambahkan gagasan ke dalam novel
(c) memperbantahkan gagasan dalam novel
(d) menyodorkannya sebagai konvensi
(e) memunculkan gagasan sebagai tokoh
(f) melarutkan gagasan dalam keseluruhan dunia fiksi
(g) menampilkannya sebagai superstruktur.
Dari tujuh cara itu jelas menandakan hadirnya sebuah politik sastra. Sastrawan
yang mengenal politik sastra, tentu memiliki dedikasi khusus, bagaimana memainkan