Page 109 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 109

juga sebagai sungai yang jorok, penuh lumpur, dan dikotori kenajisan. Sungai pertama,
               bikin sehat. Sungai kedua itu racun.

               E. Politik Semar
                     Dalam  lakon  apa  saja,  Semar  selalu  hadir.  Dalam  lakon  Semar  Mbangun
               Kahyangan, dia menjadi tokoh sentral yang memimpin berjuangan melawan kebatilan.
               Ketika  bathara  Guru  dianggap  tidak  pecus  memimpin  Kahyangan  Junggring  Salaka,
               Semar  baru  turun  tangan.  Tokoh  ini  juga  sering  muncul  sebagai  sebuah  ironi
               kepemimpinan,  misalkan  dalam  lakon  Resi  Dandang  Seta.  Semar  berubah  wujud
               menjadi seekor burung raksasa, yang mengalahkan para satria. Tindakan itu dilakukan,
               karena Semar hendak mengingatkan pada bendara yang dianggap telah lancing, yaitu
               Arjuna.  Arjuna  dianggap  pernah  berbuat  tidak  sopan  pada  Semar.  Maka  Semar
               berupaya mengingatkan, agar Arjuna kembali ke jalan lurus.
                     Semar itu merupakan tokoh misterius dalam pewayangan. Dia seorang pimpinan
               yang kaya permainan politk canggih. Dia pernah diludahi Arjuna, tetap diam. Dia selalu
               melibatkan (partisipasi) anak-anaknya, Gareng, Petruk, dan Bagong dalam mengambil
               keputusan.  Ini  menandai  tradisi  politik  yang  oleh  Lazarusli  (Samiana  Dkk,  2006:8)
               disebut delibelirative democracy, artinya melibatkan masyarakat secara langsung dalam
               mengambil  putusan.  Kebersamaan  tampaknya  menjadi  acuan  dalam  sukses  tidak
               kepemimpinan.
                     Berkaitan dengan keterlibatan kelompok dalam mengambil kebijakan, ada enam
               rumus  politik  Semar  yang  ditawarkan  R.  Ng.  Ranggawarsita,  yaitu:  (1)  lila  nirmala
               linggih, artinya ikhlas dan duduk dalam pimpinan tidak menyakiti orang lain, (2) olahing
               dedugi,  artinya  selalu  penuh  pertimbangan  dalam  bertindak,  (3)  watara  nimbangi,
               penuh  kehati-hatian,  dapat  mempertimbangkan  aspirasi  orang  lain,  (4)  pradeksaning
               prayogi,  artinya  tepat  dalam  pengambilan  kebijakan,  (5)  lumawaning  wani,  artinya
               berani  menghadapi  musuh  yang  memang  keliru,  (6)  anganam  anuntagi,  penuh
               pertimbangan  nalar  dan  dapat  menyelesaikan  masalah.  Manakala  para  pemegang
               saham politik di berbagai lini kehidupan mampu menjadi Semar, mungkin dunia ini lain
               yang musti terjadi.
                     Politik  Semar  adalah  upaya  kepemimpinan  yang  menghendaki  kedamaian.
               Kepemimpinan  tidak  dilakukan  secara  paksa  dan  grusa-grusu.  Dalam  teori  Turner,
               Douglas,  Epskamp  (2005:54)  Semar  adalah  figure  yang  mencerminkan  ketertiban,
               sedangkan  bathara  Guru  sebagai  perusak.  Semar  sebenarnya  tidak  jelas  kelas
               sosialnya, karena sebagai pembantu sekaligus penasehat. Begitulah tokoh Semar yang
               menjadi pimpinan sekaligus bawahan. Dia dapat memimpin dan menrasakan sebagai
               bawahan. Atasan pun ketika dinasehati Semar tidak merasa tersinggung.
                     Rumus  Ki  Lurah  Semar,  sebenarnya  sudah  banyak  dikemukakan  oleh  berbagai
               kalangan.  Semar  senantiasa  berprinsip  baya  sira  ngudi  kamardikan  kudu  wani
               ambrastha  dur  angkara.  Inilah  getah  eling  lawan  waspada,  yang  menjadi  inti  sikap
               politik sang pujangga agung itu. Berikut adalah tembang yang layak dicamkan.
                     Angagem basa den sambang liring
                     Liring larad yen kaduk gumisa
                     Waluya tiwas temahe
                     Bisa warangkanipun
                     Denya ngrasuk rasaning kardi
   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114