Page 113 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 113

akan  terpengaruh  dalam  hidupnya.  Ternyata  dia  juga  sering  melakukan  meditasi
               sebelum mendalang.
                     Keterkaitan antara wayang dengan sejumlah paguyuban penghayat kepercayaan
               memang  tidak  terelakkan.  Hal  itu  sah-sah  saja  untuk  menyebarkan  ajaran  kejawen
               lewat  wayang.  Wayang  menjadi  media  kepemimpinan  kejawen.  Hal  yang  sama  juga
               terjadi  pada  paguyuban  Sapta  Darma,  yang  menggelar  wayang  kulit  dalam  kerang
               peringatan  Malem  Siji  Sura.  Peringatan  ini  sekaligus  untuk  mengajak  anggota
               menghayati wayang dalam lakon Dewa Ruci.
                     Ki  Timbul  Hadi  Prayitno  pun  seorang  penghayat  kejawen,  sehingga  ketika
               menggelar  lakon  wayang  banyak  menyebarkan  konsep  kepemimpinan  Jawa.  Konsep
               pemimpin Jawa dia semaikan melalui lakon-lakon ritual, misalnya Ruwatan Murwakala
               dan  Sesaji  Rajasuya.  Rusdy  (2012:1)  menyatakan  bahwa  Ki  Timbul  adalah  dalang
               ruwat  yang  masih  memegang  tradisi.  Menurut  dia,  jagad  kepemimpinan  bangsa  pun
               perlu  “diruwat”,  agar  segera  luwar  saka  panandhang,  luwar  seka  wewujudan  kang
               salah.  Artinya,  manakala  pemimpin  bangsa  ini  mau  menjalankan  ruwatan,  akan  jauh
               dari tindakan sukerta (kotor).
                     Menurut hemat saya, negara dan bangsa ini memang sedang tercebur ke jurang
               yang kotor. Semua pemimpin sedang nyaris terkena sukerta. Beberapa partai seperti
               Demokrat  dan  PKS,  akhir-akhir  ini  para  pimpinannya  sedang  terkena  kasus  korupsi
               yang  luar  liasa  jumlahnya.  Hal  ini  jelas  bahwa  mereka  sedang  kotor  jiwanya.  Ketika
               mencalonkan  sebagai  anggota  legislatif  dan  diangkat  menjadi  menteri,  tentu  merasa
               bersih, namun setelah masuk ke sistem jika tidak diruwat pimpinan akan semakin kotor.
               Pemimpin kotor itu, akan dicemooh dalam masyarakat. Oleh karena itu, para pimpinan
               perlu segera melakukan bersih diri dengan cara meruwat jiwa.
                     Wayang  sungguh  cocok  untuk  menyemaikan  ajaran  kepemimpinan.  Lewat  ritual
               ruwatan,  menandai  bahwa  ada  niat  pimpinan  untuk  membersihkan  diri.  Kalau  orang
               Jawa  mengungkapkan  “aja  cedhak-cedhak  kebo  gupak”,  artinya  jangan  dekat-dekat
               dengan kerbau yang gupak, nanti akan terkena kotoran, sungguh ada benarnya. Ketika
               pimpinan bangsa ini dekat dengan kebo gupak, hasilnya adalah pimpinan yang korup.
               Pimpinan  yang  menyedot  uang  rakyat  untuk  kepentingan  partai,diri  sendiri,  dan
               grativikasi seksual, akan menjadi sampah masyarakat.
                     Dalam  penelitian  Basuki  (2010),  disebutkan  panjang  lebar  bahwa  semua  teks
               (enam  teks)  pertunjukan  wayang  kulit  Jawa  Timuran  ternyata  memproduksi  wacana
               tentang kepemimpinan, terutama karena tokoh-tokoh dalam wayang kulit adalah para
               raja  dan  satria.  Pada  bagian  lain  dari  penelitian  ini,  terungkap  bahwa  wacana
               kepemimpinan  dalam  wayang  kulit  Jawa  Timuran  adalah  bagian  dari  wacana
               kepemimpinan Jawa pada umumnya. Misalnya, kepemimpinan Jawa tidak terlepas dari
               konsep  wahyu,  sehingga  dalam  konsep  Jawa,  seorang  pemimpin  akan  menjadi  baik
               dan  kuat  bila  ia  mendapatkan  wahyu  (lihat  Basuki,  2010).  Dalam  konteks  masa  kini,
               tidak  semua  orang  jawa  mengenal  konsep  wahyu  tersebut,  tetapi  mereka  yang
               mengenal  wayang  kulit  memahami  dengan  baik  bagaimana  tokoh-tokoh  pemimpin
               dalam wayang kulit,  yang menjadi referensi kepemimpinan Jawa, perlu mendapatkan
               wahyu agar bisa menjadi pemimpin yang berhasil. Dalam makalah ini dibahas wacana
               kepemimpinan  Jawa  (Timur)  dalam  hubungannya  dengan  nilai-nilai  tradisional  dan
               pasca-tradisional.
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118