Page 118 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 118

yang  “penuh  rasa  keadilan;  orang  yang  bijaksana  dan  baik  hati,  apa  janjinya  pasti
               dipenuhi”  (Khakim,  2007:  87).    Sifat-sifat  ini  adalah  sebagian  dari  sifat-sifat  yang
               diimpikan dari seorang pemimpin dalam tradisi kepemimpinan Jawa. Dari teks-teks ini,
               bisa  dilihat  bahwa  wacana  kepemimpinan  dalam  wayang  kulit  Jawa  Timuran  tidak
               berbeda dari wacana dominan tentang kepemimpinan Jawa yang monarkis.
                       Dari  penjelasan  di  atas  dapat  dipahami  bahwa  adegan  wayang,  antawecana,
               suluk, dan sebagainya merupakan suatu rangkaian peta kepemimpinan. Kepemimpinan
               dalam  wayang  sudah  bernuansa  kekuasaan  sentral,  yaitu  raja  sebagai  pimpinan
               tunggal.  Wayang  melukiskan  kepemimpinan  yang  penuh  wibawa.  Dalam  wayang
               senantiasa ada adegan peperangan. Pola-pola kehidupan yang adil dan makmur pun
               dipertahankan  oleh  tokoh-tokoh.  Bahkan  setiap  kerajaan,  ingin  mempertahan  dan
               memperluas kekuasaan.

               D. Suksesi Kepemimpinan dalam Dunia Wayang
                     Secara  panjang  lebar  Sutardjo  (2006:122-125)  melukiskan  bahwa  dalam
               wayang terdapat upaya suksesi kepemimpinan. Gerak-gerik wayang selalu dipandu
               oleh  dalang,  untuk  mewujudkan  kepemimpinan  tokoh.  Setiap  tokoh  yang  memiliki
               kedudukan satria, jelas termasuk pimpinan. Godaan hidup manusia di dunia ini ada
               tiga, yaitu harta, tahta dan wanita; dalam istilah Jawa dikenal dengan: kumrincinging
               ringgit,  kumlubuking  iwak,  dan  gumebyaring  wentis.  Ketiga  hal  tersebut  sering
               menjadikan  perebutan,  sejak dari  tingkat bawah hingga  tingkat  atas;  baik masalah
               perebutan kekuasaan tingkat desa (kalurahan) maupun tingkat nasional (presiden).
               Terbukti  banyaknya  kasus  pilkada,  pemilihan  pimpinan  partai  di  negara  kita  yang
               terjadi  keributan  dan  kekerasan.  Sehingga  keteladanan  para  pemimpin  semakin
               hilang  di  hati  rakyat,  sikap  keteladanan  memudar  menjadi  tontonan.  Lalu  kepada
               siapa rakyat kecil ini akan bercermin dan mencari sosok atau figur pemimpin yang
               ideal?
                     Ketiga  godaan  tersebut  apabila  tidak  dikendalikan  secara  wajar  dan
               proposional  akan  berdampak  negatif  dan  vatal.  Terbukti  terjadinya  berbagai
               peristiwa  kekerasan,  pembunuhan,  peperangan,  dan  sebagainya  di  belahan  dunia
               dewasa ini yang motifnya tiada lain karena ingin memperoleh keuntungan di antara
               ketiga  godaan  hidup  di  atas.  Begitu  pula  dalam  dunia  wayang  sering  dipentaskan
               berbagai  lakon  `cerita',  yang  bertemakan  perebutan  kekuasaan,  istri,  perjudian,
               pembantaian atau pembunuhan, dan sebagainya.
                     Pertunjukan  wayang  peninggalan  para  leluhur  bangsa  (raja,  pujangga,  wali)
               ternyata  merupakan  gambaran  hidup  dan  kehidupan,  sehingga  tidaklah
               mengherankan  apabila  terdapat  banyak  pasemon  `simbol',  berbagai  gambaran
               kehidupan  yang  pantas  dijadikan  salah  satu  acuan  dan  alternatif  dalam  menjalani
               kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pergantian atau
               suksesi  kepemimpinan  dalam  wayang  tergantung  pada  raja.  Raja  yang  akan
               menentukan siapa yang secara genesis harus menggantikan pimpinan.
                     Dalam  dunia pewayangan  telah digambarkan,  karena  seialu  menuruti  godaan
               wanita dan tahta (kekuasaan) negara menjadi hancur, rakyat yang tak berdosa ikut
               terkubur;  misalnya  perilaku  keserakahan  Raja  Alengka  Prabu  Rahwana.  Karena
               hidupnya  selalu  diliputi  nafsu  seksual  (sufiah)  danan  angkara  murka  (serakah);
               Prabu  Dasamuka  meskipun  telah  beristristri  bidadari  Dewi  Tari,  namun  selalu
   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122   123