Page 122 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 122

BAB XII
               PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN JAWA

               A. Kepemimpinan Jawa Mawas Diri
                       Wawasan kejiwaan mawas diri adalah bagian kehidupan seorang pimpinan yang
               amat penting. Mawas diri merupakan kondisi jiwa yang sadar kosmis. Pimpinan yang
               mau mawas diri, kepemimpinannya jauh lebih sehat. Oleh karena dengan mawas diri,
               seorang  pimpinan  tidak  akan  lepas  kendali.  Dalam  kaitan  ini,  sudah  saya  bahas
               panjang lebar  tentang konsep mawas diri seorang pemimpin Jawa (Endraswara, 2007).
               Dalam  buku  Falsafah  Hidup  Jawa,  saya  tegaskan  bahwa  seorang  pimpinan  perlu
               mawas diri, jika ingin sukses meraih kesempurnaan hidup.
                       Meniti  perjalanan  kepemimpinan  kita,  memang  menggoda.  Mulai  dari  tuding-
               menuding, lengser-melengser, jegal-menjegal, dan akhirnya jatuh pada persoalan puas
               dan  tak  puas.  Pasti.  Ternyata,  muara  dari  semua  itu  masih  sebatas  pada  ambisi
               “berkuasa”.  Dan,  akibatnya  tahun  2003  ke  depan  ini  –  masih  banyak  tunggakan
               masalah yang menumpuk. Kasus-kasus besar di negeri ini, banyak yang berguguran.
               Hingga kini bangsa Indonesia tengah memasuki ”tahun politik”, yang harus melakukan
               perebutan  kekuasaan.  Pada  saat  inilah  mereka  ditantang,  mampu  mawas  diri  atau
               tidak, jika ingin mendapatkan banyak pengikut.
                       Mawas diri merupakan bentuk upaya  mulat sarira, artinya bergerak ke dataran
               religi dan mistis untuk mengoreksi diri (Jatman, 1997:35).Mawas diri merupakan tradisi
               mistis  orang  Jawa.  Pimpinan  yang  gemar  mawas  diri,  tentu  tidak  akan  sombong.
               Mungkin  sulit  dibantah,  kalau  Slamet  Rahardja,  sutradara  film,  harus  menyatakan
               bahwa  jarang  pemimpin  kita  yang  memiliki  ideologi  mawas  diri  yang  jelas.  Buktinya,
               ketika sidang DPR/MPR yang terjadi sebagian anggota malah menunjukkan etika yang
               tak senonoh. Bahkan, konflik antar elit, konflik intern partai, konflik antar lembaga – sulit
               terhindarkan. Karena itu, apa salahnya para pemimpin meneladani kisah-kisah wayang
               kulit  yang  adiluhung.  Misalkan  saja,  kisah  yang  memuat  ajaran  Patih  Rajasakapa
               kepada  raja  Cingkaradewa  tentang  lima  pegangan  utama  seorang  pemimpin,  yaitu:
               Pertama,  pimpinan  harus  menyingkirkan  nafsu  pancadriya,  seperti  sifat:  (1)  cengil
               (upaya menyengsarakan pihak lain), (2) panasten (hati mudah terbakar jika orang lain
               mendapat kenikmatan), (3) kemeren (iri hati), (4) dahwen (senang mencampuri urusan
               orang lain), (5) gething (kebencian), dan sebagainya.
                       Kedua,  pemimpin  harus  patuh  kepada  raja  yang  ada  dalam  dirinya,  yaitu  hati.
               Hati adalah raja tubuh manusia yang amat menentukan segalanya. Hati adalah penentu
               segalanya.  Karena  itu,  seorang  pimpinan  perlu  memperhatikan  penyakit  hati  yang
               mungkin timbul. Di antara penyakit hati tersebut antara lain, nafsu ingin berkuasa terus-
               menerus, kumengsun (sombong diri), dan ingin menang sendiri. Tindakan semamcam
               ini, bukan dilandasi hati yang terdalam (nurani).
                       Ketiga,  selalu  bertindak  dengan  laku  hening  (kejernihan  pikir,  batin),  heneng
               (penuh pertimbangan), hawas (waspada), eling (ingat kepada Tuhan), dan wicaksana
               (bijaksana).  Ini  semua  merupakan  laku  mistis  seorang  pemimpin.  Kiranya,  tak  keliru
               apabila  pemimpin  kita  juga  banyak  merenung,  baik  sebagai  langkah  menoleh  ke
               belakang maupun menengok masa depan.
                       Keempat, pimpinan harus taat pada nasehat guru. Maksudnya, pimpinan perlu
               memiliki  penasehat  yang  handal.  Kalau  kali  ini  hampir  semua  menteri  memiliki
   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127