Page 120 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 120

menjadi murid Prabu Pandhu. Namun berkat kelicikan dan kejahatan Raden Suman
               (keluarga),  berhasil  merusak  persahabatan  negara  Pringgandani  dengan  Astina;
               bahkan  menjadi  permusuhan  dan  terjadilah  perang  besar  pamuksa.  Dalam
               peperangan tersebut Prabu Pandu danan Tremboko mati, dan Suman mendapatkan
               kedudukan patih; meskipun akibat ulahnya yang suka memfitnah, licik itu tubuh Patih
               Sengkuni (Suman) menjadi rusak yang amat parah.
                     Pergantian kepemimpinan raja Astina dari Prabu Abiyasa kepada Prabu Pandu
               putra  kedua  ini  amat  menarik,  karena  berdasarkan  paugeran  kaprajan;  putra  raja
               yang berhak menggantikan kedudukan ayahnya adalah putra tertua dari permaisuri
               atau  putra  mahkota  (yuwaraja),  asalkan  sehat  jasmani  rohani  dan  sempurna  lahir
               batin. Padaha( kondisi putra tertua (Raden Destarastra) tidak sempurna, yaitu buta;
               sehingga dengan penuh kesadaran diri danan perasaan tulus, tahta kerajaan Astina
               diserahkan  kepada  adiknya  (Pandhu).  Pandhu  juga  amat  beriasa  terhadap
               kakaknya,  karena  sewaktu  berhasil  memboyong  Dewi  Gendari  diserahkan  kepada
               Destarastra untuk dijadikan istri.
                     Pergantian  kepemimpinan  yang  pantas  menjadi  teladan  dalam  cerita  wayang
               adalah  dalam  cerita  Parikesit  Jumeneng  Nata,  karena  waktu  itu  Raden  Parikesit
               (putra  Abimanyu  dengan  Dewi  Utari)  sama  sekali  tidak  ambisi  danan  tidak
               mencalonkan  diri  menjadi  kandidat  Raja  Astina.  Namun  berdasarkan  musyawarah
               dan  mufakat  para  sesepuh  yang  didukung  segenap  keluarga  dan  generasi  muda
               (para  putra  dan  cucu  Pandawa,  Dwarawati)  atas  dasar  lelabuhan,  keutamaan,
               kawicaksanan,  kualitas  (SDM),  dan  wahyu  keraton  (sewaktu  cerita  Wahyu
               Cakraningrat),  hanya  keturunan  Abimanyu  yang  berhak  meneruskan  atau
               menduduki tahta kerajaan Astina. Dan selama Prabu Parikesit menjadi raja, ternyata
               sesuai  harapan  rakyat;  yaitu  selalu  memikirkan  nasib  rakyat,  dan  kerajaan  Astina
               semakin jaya, aman tentram, sejahtera penuh kedamaian.
                     Sebaliknya  dalam  cerita  Brajadhenta  Mbalela,  menggambarkan  suksesi  tahta
               kerajaan  yang  bermasalah.  Mengingat  sewaktu  tahta  kerajaan  dipegang  Prabu
               Arimba (anak tertua Prabu Tremboko) yang mati di tangan Bratasena (suami Dewi
               Arimbi,  adik  Arimba).  Kematian  Prabu  Arimba  ini  sebenarnya  merupakan
               pengorbanan  atas  besar  cinta  kasihnya  terhadap  adiknya  (Arimbi)  yang  sangat
               menginginkan  Bratasena.  Sehingga  sebagai  wasiat  (pesan)  kepada  adik-adiknya
               raksasa Braja (Brajadenta, Brajamusti, Brajalamatan, Kalabendana)  agar pengganti
               raja  Pringgandani  kelak  adalah  keturunan  Arimbi.  Pada  awalnya  memang  berjalan
               balk, namun dalam perjalanan selanjutnya penuh batu dan duri yang ditemui; akibat
               ulah  dan  tidak  kepuasan  serta  iri  hati  para  saudara  sendiri.  Bahkan  yang  amat
               berbahaya  jikalau  ada  pihak  ketiga  yang  masuk  danan  menjadi  profokator
               kekacauan; danan dalam hal ini Brajadenta (anak kandung raja Pringgandani Prabu
               Tremboko)  merasa  berhak  mewarisi  tahta  kerajaan,  lupa  terhadap  wasiat  (pesan)
               kakaknya  (Prabu  Arimba).  Akhirnya  mencari  dukungan  dan  bcrsekongkol  dengan
               kerajaan  Astina  (Prabu  Duryudana)  serta  segera  dimanfaatkan  dan  dibantu
               sepenuhnya  oleh  Patih  Sengkuni.  Segala  rekayasa  Sengkuni  ditempuh  danan
               dilaksanakan,  sebagai  akibatnya  terjadilah  peperangan  antara  Gatutkaca  melawan
               Brajadenta,  dan  matilah  Brajadenta  serta  berkuranglah  kekuatan  kerajaan
               Pringgandani, gembiralalah kroni-kroni Patih Sengkuni.
   115   116   117   118   119   120   121   122   123   124   125