Page 128 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 128

Kelima,  pemimpin  harus  berwatak  akrodha.  Pemimpin  dikatakan  memiliki
               watak akrodha jika ia telah mampu menempatkan dirinya sebagai orang yang bukan
               pemarah dan tidak pendendam. Kata akrodha terbentuk dari unsur `a' (artinya `tidak')
               dan `krodha' (yang artinya `marah' atau `dendam'). Kata `krodha' juga dapat diartikan
               sebagai  `bergolak  atau  bergejolak'.  Hati  yang  bergejolak  menggambarkan  hati
               pernimpin  yang  belum  mampu  meredam  diri  ketika  nafsu  amarah  masuk  ke  dalam
               pikirannya. Dalam istilah Jawa, seseorang yang telah mampu menahan hawa nafsu
               disebut wis menep pikire (sudah mengendap pikiran atau nafsunya), sehingga men-
               dorong  orang  tersebut  untuk  berpikir  dan  berperilaku  waspada  dan  hati-hati.
               Pemimpin harus mampu mengelola emosi demi menjaga tindakan dan keputusannya
               yang  terkait  dengan  permasalahan  rakyatnya.  Segala  tindakannya  tidak  dapat
               dilakukan  dengan  suasana  marah  atau  bahkan  dendam  dengan  pihak  lain.  Ajaran
               Dasa Darma Raja ini dapat dimaknai bahwa pada situasi seorang pernimpin sedang
               marah,  tidak  selayaknya  ia  mengambil  keputusan  penting.  Bahkan, ajaran  itu  harus
               dan dapat dimaknai bahwa seorang pemimpin tidak boleh marah dalam menjalankan
               tugas atau kewajiban kepemimpinannya.
                     Di samping itu, dalam kondisi marah, seorang pimpinan tidak baik menjatuhkan
               keputusan  yang  terkait  dengan  pihak  lain  (bawahan,  lawan  politik,  atau  siapapun
               juga). Sikap marah dan dendam justru akan menjerumuskan seorang pemimpin pada
               keputusan  yang  tidak  rasional  dan  realistis  yang  akan  berakibat  buruk  terhadap
               rakyat, bangsa, dan negara. Pendek kata, seorang pemimpin tidak boleh marah dalam
               menghadapi  segala  persoalan  negara.  Semua  persoalan  harus  dikelola  dengan
               kepala dan hati yang dingin, bukan sikap emosional. Pemimpin (raja, presiden, atau
               siapapun  juga  yang  menjadi  pemimpin  atau  calon  pemimpin)  harus  memiliki  sifat
               akrodha, tidak memiliki sikap marah dan dendam.
                     Keenam,  pemimpin  harus  berwatak  kanthi.  Pemimpin  dinyatakan  memiliki
               kepribadian  kanthi  jika  dirinya  telah  mampu  berlaku  sabar  dalam  mengelola
               kepemimpinannya.  Kesabaran  harus  tetap  menjadi  wataknya.  Dalam  dinamika
               kepemimpinan,  pastilah  seorang  pemimpin  dihadapkan  pada  permasalahan  yang
               tidak  dikehendakinya.  Dalam  kondisi  seperti  itu,  pemimpin  harus  tetap  memiliki  hati
               sabar. Kesabaran menuntut konsekuensi, bahwa pemimpin harus bersikap hati-hati,
               cermat,  dan  tidak  tergesa-gesa  dalam  mengambil  dan  menetapkan  keputusan  atas
               masalah-masalah  yang  menyangkut  kepentingan  bawahan,  rakyat,  bangsa,  dan
               negaranya. Pemimpin harus tetap memiliki watak kanthi, artinya sabar, tidak tergesa-
               gesa, tidak sembrana, cermat dalam segala pikiran dan tindakannya.
                     Sikap  sabar  dan  cermat  (kanthi)  tersebut  sangat  penting  dalam  mengelola
               masalah,  baik  masalah  yang  bersifat  simple  maupun  complex.  Ketergesa-gesaan,
               kekurangcermatan, dan sifat menonjolkan emosi akan mendoronglahirnya keputusan
               dan  penanganan  masalah  yang  tidak  tuntas.  Bahkan,  tidak  tertutup  kemungkinan,
               penanganan  masalah  secara  tergesagesa,  tidak  cermat,  dan  hanya  mengandalkan
               emosi  justru  dapat  menimbulkan  masalah  baru.  Masalah  lanjutan  itu  dapat
               berkembang  menjadi  masalah  yang  lebih  besar  lagi  dibandingkan  dengan  masalah
               sebelumnya.

               B. Pribadi Halus dalam Kepemimpinan
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133