Page 136 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 136

BAB XIII
               PARODI KEPEMIMPINAN JAWA

               A. Parodi Kepemimpinan Punakawan
                     Parodi adalah  sindiran  yang  sedikit  mengejek  para  pimpinan.  Lewat  tokoh  yang
               unik,  seringkali  ki  dalang  melakukan  lakon  parodial.  Tokoh  punakawan  adalah  figur
               yang  paling  tepat  dalam  menjalankan  parody.  Parodi  punakawan  memang
               memunculkan  kontroversial.  Punakawan  termasuk  tokoh  kawula  alit,  yang  dianggap
               tidak  mungkin  menduduki  pimpinan.  Karena  itu  dalang  yang  cerdas  akan  melakukan
               parodi yang unik.
                     Dalam  tataran  tertentu,  setiap  orang  adalah  pemimpin.  Punakawan  termasuk
               golongan  kelas  bawah  dalam  wayang,  namun  sebenarnya  juga  termasuk  pemimpin.
               Kata puna atau pana dalam terminologi Jawa artinya memahami, terang, jelas, cermat,
               mengerti, cerdik dalam mencermati atau mengamati makna hakekat di balik kejadian-
               peristiwa alam dan kejadian dalam kehidupan manusia. Sedangkan kawan berarti pula
               pamong  atau  teman.  Jadi  punakawan  mempunyai  makna  yang  menggambarkan
               seseorang  yang  menjadi  teman,  yang  mempunyai  kemampuan  mencermati,
               menganalisa, dan mencerna segala fenomena dan kejadian alam serta peristiwa dalam
               kehidupan manusia.
                     Punakawan  adalah  pimpinan  di  lingkungan  khusus.  Paling  tidak  mereka  adalah
               memimpin  dirinya  sendiri.  Sebagai  seorang  pengasuh,  punakawan  merupakan  dunia
               yang  spesifik.  Punakawan  dapat  pula  diartikan  seorang  pengasuh,  pembimbing  yang
               memiliki  kecerdasan  fikir,  ketajaman  batin,  kecerdikan  akal-budi,  wawasannya  luas,
               sikapnya  bijaksana,  dan  arif  dalam  segala  ilmu  pengetahuan.  Ucapannya  dapat
               dipercaya, antara perkataan dan tindakannya sama, tidaklah bertentangan. Khasanah
               budaya  Jawa  menyebutnya  sebagai watak yang  senantiasa  tanggap  ing  sasmita,  lan
               limpat  pasang  ing  grahita.  Artinya,  mampu  memahami  keadaan  baik  yang  berupa
               tindakan simbolik maupun tindakan nyata.
                     Dalam istilah pewayangan, panakawan terdapat makna sinonim dengan apa yang
               disebut  wulucumbu  yakni  rambut  yang  tumbuh  pada  jempol  kaki.  Keseluruhan
               gambaran karakter pribadi Ki Lurah Semar tersebut berguna dalam upaya melestarikan
               alam  semesta,  dan  menciptakan  kemakmuran  serta  kesejahteraan  di  bumi  pertiwi.
               Wulucumbu adalah gambaran dunia bawah, namun tetap penting dalam kebermaknaan
               kehidupan.  Dalam  cerita  pewayangan  Jawa,  punakawan  tersebut  dibagi  menjadi  dua
               kelompok  yang  masing-masing  memiliki  peranan  yang  sama  sebagai  penasehat
               spiritual  dan  politik,  namun  masing-masing  mengasuh  tokoh  yang  karakternya  saling
               kontradiksi.
                     Kelompok  Ki  Lurah  Semar  Badranaya.  Kelompok  ini  terdiri  Semar,  Gareng,
               Petruk,  dan  Bagong  (Sunda:  Cepot).  Mereka  menggambarkan  kelompok  punakawan
               yang  jujur,  sederhana,  tulus,  berbuat  sesuatu  tanpa  pamrih,  tetapi  memiliki
               pengetahuan  yang  sangat  luas,  cerdik,  dan  mata  batinnya  sangat  tajam.  Ki  Lurah
               Semar,  khususnya,  memiliki  hati  yang  “nyegara”  atau  seluas  samudra  serta
               kewaskitaan  dan  kapramanan-nya  sedalam  samudra.  Hanya  satria  sejati  yang  akan
               menjadi asuhan Ki Lurah Semar. Semar hakekatnya sebagai manusia setengah dewa,
               yang bertugas mengemban/momong para kesatria sejati.
   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141