Page 137 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 137

Ki  Lurah  Semar  disebut  pula  Begawan  Ismaya  atau  Hyang  Ismaya,  karena
               eksistensinya  yang  teramat  misterius  sebagai  putra  Sang  Hyang  Tunggal  umpama
               dewa  mangejawantah.  Sedangkan  julukan  Ismaya  artinya  tidak  wujud  secara
               wadag/fisik,  tetapi  yang  ada  dalam  keadaan  samar/semar.  Dalam  uthak-athik-gathuk
               dalam  budaya  Jawa,  Ki  Semar  dapat  diartikan  guru  sejati  (sukma  sejati),  yang  ada
               dalam jati diri kita.
                     Guru  sejati  merupakan  hakekat  Zat  tertinggi  yang  terdapat  dalam  badan  kita.
               Maka bukanlah hal yang muskil bila hakekat guru sejati yang disimbolkan dalam wujud
               Ki Lurah Semar, memiliki kemampuan sabda pendita ratu, ludahnya adalah ludah api
               (idu  geni).  Apa  yang  diucapkan  oleh  guru  sejati  menjadi  sangat  bertuah,  karena
               ucapannya adalah kehendak Tuhan. Para kesatria yang diasuh oleh Ki Lurah Semar
               sangat beruntung karena negaranya akan menjadi adil makmur, gamah ripah, murah
               sandang pangan, tenteram, selalu terhindar dari musibah.
                     Tugas  punakawan  dimulai  sejak  kepemimpinan  Prabu  Herjuna  Sasrabahu  di
               negeri  Maespati,  Prabu  Ramawijaya  di  negeri  Pancawati,  Raden  Sakutrem  satria
               Plasajenar,  Raden  Arjuna Wiwaha  satria  dari  Madukara,  Raden Abimanyu  satria dari
               Plangkawati, dan Prabu Parikesit di negeri Ngastina. Ki Lurah Semar selalu dituakan
               dan dipanggil sebagai kakang, karena dituakan dalam arti kiasan yakni ilmu spiritualnya
               sangat tinggi, sakti mandraguna, berpengalaman luas dalam menghadapi pahit getirnya
               kehidupan. Bahkan para Dewa pun memanggilnya dengan sebutan “kakang”.
                     Kelompok  punakawan  ini  bertugas  menemani  (mengabdi)  para  bendhara  (bos)
               nya  yang  memiliki  karakter  luhur  budi  pekertinya.  Tugas  punakawan  adalah  sebagai
               “pembantu”  atau  abdi  sekaligus  “pembimbing”.  Tugasnya  berlangsung  dari  masa  ke
               masa.  Dalam  cerita  pewayangan,  kelompok  ini  lebih  sebagai  penasehat  spiritual,
               pamomong,  kadang  berperan  pula  sebagai  teman  bercengkerama,  penghibur  di  kala
               susah. Dalam percengkeramaannya yang bergaya guyon parikena atau saran, usulan
               dan kritikan melalui cara-cara yang halus, dikemas dalam bentuk kejenakaan kata dan
               kalimat. Namun di dalamnya selalu terkandung makna yang tersirat berbagai saran dan
               usulan,  dan  sebagai  pepeling  akan  sikap  selalu  eling  dan  waspadha  yang  harus
               dijalankan  secara  teguh  oleh  bendharanya  yang  jumeneng  sebagai  kesatria  besar.
               Pada kesempatan tertentu punakawan dapat berperan sebagai penghibur selagi sang
               bendhara mengalami kesedihan.
                     Pada  intinya,  Ki  Lurah  Semar  dkk  bertugas  untuk  mengajak  para  kesatria
               asuhannya untuk selalu melakukan kebaikan atau kareping rahsa (nafsu al mutmainah).
               Dalam terminologi Islam barangkali sepadan dengan istilah amr ma’ruf. Adapun watak
               kesatria  adalah:  halus,  luhur  budi  pekerti,  sabar,  tulus,  gemar  menolong,  siaga  dan
               waspada,  serta  bijaksana.  Dengan  demikian,  di  bawah  pimpinan  punakawan,  satria
               akan berjalan lurus. Manakala satria akan bengkok, punakawan yang meluruskan.

               B. Petruk Dadi Ratu: Sebuah Pembangkangan Pemimpin
                     Banyak yang mengartikan lakon Petruk Dadi Ratu sebagai sebuah simbol ketidak
               becusan seorang pemimpin, atau seorang yang tidak layak menjadi pemimpin dijadikan
               pemimpin  wal  hasil  adalah  kekacauan.  Bisa  juga  di  artikan  sebagai  khayalan  yang
               berlebih,  lha  masak  Petruk  ingin  menjadi  pemimpin,  jongos  mau  jadi  Raja.
               Meski sebenaranya hal itu tidaklah tepat, karena pada dasarnya Petruk adalah bukan
               manusia biasa, Petruk merupakan cerminan dari salah satu pribadi Semar. Kesaktian
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142