Page 146 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 146
Itulah ajaran Ki Lurah Togog dkk yang sering kali diminta nasehat dan saran oleh
para majikannya. Namun toh akhirnya setiap nasehat, saran, masukan, aspirasi yang
disampaikan Ki Lurah Togog dkk tetap saja tidak pernah digubris oleh majikannya
mereka tetap setia. Ki Lurah Togog dkk walaupun menjabat posisi sentral sebagai
penasehat, pengasuh dan pembimbing, yang selalu bermulut lantang menyuarakan
pepeling, seolah peran mereka hanya sebagai obyek pelengkap penderita. Walaupun
Ki Lurah Togog dkk selalu gagal mengasuh majikannya para kesatria dur angkara,
hingga sering berpindah majikan untuk bersuara lantang mencegah kejahatan. Bukan
berarti mereka tidak setia. Sebaliknya dalam hal kesetiaan sebagai kelompok penegak
kebenaran, Ki Lurah togog patut menjadi teladan baik. Karena sekalipun sering dimaki,
dibentak dan terkena amarah majikannya, Ki Lurah Togog dkk tidak mau berkhianat.
Sekalipun selalu gagal memberi kritik dan saran kepada majikannya, mereka tetap
teguh dalam perjuangan menegakkan keadilan. Dan lagi-lagi, mereka selalu dimintai
saran dan kritikan, namun serta-merta diingkari pula oleh majikan-majikan barunya.
Itulah nasib Togog dkk, yang mengisyaratkan nasib rakyat kecil yang selalu
mengutarakan aspirasi dan amanat penderitaan rakyat namun tidak memiliki bargaining
power. Ibarat menyirami gurun, seberapapun nasehat dan kritikan telah disiramkan di
hati para “pemimpin” dur angkara, tak akan pernah membekas dalam watak para
majikannya. Barangkali nasib kelompok punakawan Ki Lurah Togog dkk mirip dengan
apa yang kini dialami oleh rakyat Indonesia. Suara hati nurani rakyat sulit mendapat
tempat di hati para tokoh dan pejabat hing nusantara nagri. Sekalipun sekian banyak
pelajaran berharga di depan mata, namun manifestasi perbuatan dan kebijakan
politiknya tetap saja kurang populer untuk memihak rakyat kecil.