Page 147 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 147

BAB XIV
               WAHYU, KEKUASAAN, DAN KEWIBAWAAN DALAM KEPEMIMPINAN JAWA

               A. Raja, Rakyat, dan Kekuasaan Mistis
                     Setiawan  (1998:75-78)  menguraikan  seluk  beluk  pimpinan  di  era  pra
               colonial. Kalau saya perhatikan, uraian dia juga memuat aturan moral hubungan
               raja  dan  kawula.  Kedua  kubu  ini  memang  membutuhkan  koneksi  khusus.
               Keduanya  membangun  situs  kekuasaan  Jawa.  Dalam  perspektif  alam  pemikiran
               Jawa,  dasar  dari  ide  kekuasaan  raja  atau  ratu,  dilihat  sebagai  eksponen  mikro
               kosmos kerajaan. Sejalan dengan perspektif ini, terdapat dua faktor penting yaitu
               terdapatnya paralelisme antara mikro dan makro kosmos, serta adanya suatu ke-
               butuhan interaksi antara mikro dan makro kosmos. Kedua faktor itu menentukan
               tatanan  sosia)  yang  harus  dihayati  sebagai  sesuatu  yang  telah  teratur  dengan
               tetap.
                     Untuk  menciptakan  hubungan  antara  tatanan  Agung  dengan  dunia  dapat
               dideteksi  pada  pengelompokan  organisasi  desa  ke  dalam  mancapat  dan
               mancalima,  atau  kelompok  empat  dan  kelompok  lima.  Maksud  yang  sebenarnya
               dari sebutan ini mengandung arti pengaturan empat pusat desa pada setiap titik
               kardinalnya      dengan     suatu     desa,    sebagai     pusatnya.      Konsep     tentang
               mancanegara,  daerah  luar,  yang  berbeda  dengan  negara  agung,  daerah  pusat
               kekuasaan  raja,  juga  berhubungan  dengan  pandangan  makrokosmos  dan
               mikromosmos.  Pandangan  ini  menurut  hemat  saya  juga  membutuhkan  tatanan
               moral.  Seorang  pimpinan  tidak  hanya  melindungi  orang,  melainkan  termasuk
               alam seisinya.
                      Pengelompokan  pejabat-pejabat  raja  (punggawa)  menjadi  empat,  yaitu  (1)
               keparak  kiwa,  (2)  keparak  tengen,  (3)  gedhong  kiwa,  dan  (4)  gedhong  tengen
               dianggap  sebagai  refleksi  perpaduan  dengan  kesejajaran  alam.  Empat  titik
               kardinal  utama  dan  empat  titik  kardinal  lainnya,  ditambah  dengan  satu  pusat,
               membentuk  angka  sembilan.  Angka  ini  dianggap  sebagai angka  keramat.  Konsep
               ini  jelas  berhubungan  denga n  pengaruh  Islam,  terutama  bila  dikaitkan  dengan
               kenyataan  hadirnya  sembilan  wall  (wali  sanga),  yang  pertama  kali  menyebarkan
               agama Islam di Jawa.
                     Raja dalam hal ini, dan terutama di masa akhir kerajaan Mataram adalah pusat
               mikro  kosmos  kerajaan  dan  duduk  di  puncak  hirarki  status.  Karena  mikro  kosmos
               paralel  dengan  makro  kosmos,  Raja  Hindu  Jawa  diidentifikasikan  dengan  Tuhan,
               umumnya dewa Wisnu dan ratunya diidentifikasikan dengan kesaktian dewa. Karena
               itu,  orang  Jawa  percaya  bahwa  raja  adalah  satu-satunya  medium  yang  menghu-
               bungkan dunia mikro kosmos dengan alam makro kosmos. Dan karena raja dianggap
               sebagai  mediator  antara  manusia  dengan  Tuhan,  maka  tidaklah  mengherankan
               apabila  semua  keputusannya  tidak  bisa  dibantah  dan  kekuasaannya  menjadi  tak
               terbatas.
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152