Page 49 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 49

Demak  yang  memanfaatkan  konteks  melek.  Waktu  itu,  pengaruh  Islam  amat  kuat
               merasuk  ke  Demak.  Di  Jaman  Joko  Tingkir,  dikatakan  bahwa  ada  tiga  guru  penting
               yaitu (a) Syeh Siti Jenar, (b) Malang Sumirang, dan (c) Ki Ageng Pengging.  Masing-
               masing  memiliki  tradisi  melek  dalam  menyebarkan  keyakinannya.  Jadi,  melek
               senantiasa mereka bangun agar ajaran yang disebarkan tepat sasaran. Pimpinan apa
               pun, kiranya perlu melek, seperti melek huruf, melek kemajuan, dan melek yang lain.
                     Kedua, milik, yang berarti seorang pemimpin harus benar-benar merasa memiliki
               tumpah  darah  dan  rakyatnya.  Milik  harus  dibedakan  dengan  melik.  Jika  milik
               terkandung  pesan  merasa  memiliki,  sehingga  mau  melindungi  bawahan,  melik  justru
               perilaku yang tidak baik. Melik membuat pribadi pimpinan ingin menguasai, tetapi untuk
               kepentingan diri. Jika sudah memiliki kesadaran akan hal itu, maka seorang pemimpin
               harus  habis-habisan  dalam  menjaga  keutuhan  tanah  airnya,  demikian  pula  dengan
               harta-benda; harkat-martabat; bahkan nyawa rakyat yang dipimpinnya. Biasanya, rasa
               milik ini bisa berkembang menjadi nasionalis atau altruistik.
                     Ketiga,  muluk,  dalam  bahasa  Jawa  sehari-hari  ia  berarti  gerakan  ‘mengangkat’
               makanan dengan menggunakan ‘tangan kosong’ yang bertujuan memenuhi  salah satu
               kebutuhan hidup manusia yang paling vital, yaitu makan. Namun,pimpinan tidak boleh
               terjebak pada ungkapan nggedhekake puluk, artinya muluk (makan) yang berlebihan.
               Secara  filosofis,  muluk   berarti  seorang  pemimpin  haruslah  mampu  mengentaskan
               rakyatnya dari kemiskinan dan penderitaan menuju kesejahteraan yang utama. Muluk
               juga  brarti  naik  terus,  seperti  laying-layang  yang  diterbangkan  sampai  muluk
               (membubung  tinggi).  Muluk  berarti  pimpinan  yang  selalu  mengupayakan  sebuah
               komunitas  semakin  terkenal.  Muluk  juga  perilaku  untuk  mengangkat  kebodohan  dan
               keterbelakangan  menuju  pijar  keberadaban  yang  mulia.  Lebih  dari  itu  ia  juga  harus
               mampu  mengangkat  derajat  dan  martabat  bangsanya  di  mata  bangsa-bangsa  lain  di
               dunia.
                     Keempat,  melok,  artinya  bahwa  seorang  pemimpin  haruslah  mampu
               menyuarakan, mengikuti dan merealisasikan  aspirasi rakyat  yang  dipimpinnya.  Melok
               bararti  tampak  nyata,  tidak  menyembunyikan  berbagai  hal  dan  bersifat  open
               managemen.  Hal  ini  sebangun  dengan  filosofi  kepemimpinan  Ki  Hajar  Dewantoro
               bahwa ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani,  bahwa
               seorang  pemimpin  haruslah  mampu  menjadi  tauladan  yang  baik,  bahu-membahu
               bersama yang dipimpinnya membangun karsa, serta mampu menyerap, mengimbangi
               dan  mewujudkan  aspirasi  yang  dipimpinnya.  Pimpinan  yang  melok,  seharusnya  tidak
               kaya  janji-janji  saja,  melainkan  bagaimana  mewujudkannya.  Segala  tuntutan  rakyat
               adalah amanah jika ingin melok dalam memimpin.
                     Kelima,  meluk  yang  artinya  seorang  pemimpin  haruslah  memiliki  perasaan  dan
               perilaku  cinta-kasih  yang  tulus-mendalam  terhadap  rakyatnya.  Pimpinan  yang  sering
               menyakiti  bawahan,  melontarkan  kata-katas  sinis  dan  kasar,  jelas  tidak  memiliki
               peprilaku  meluk.  Meluk  juga  bentuk  keakraban  dalam  kepemimpinan.  Pemberian
               penghargaan pada bawahan, dalam bentuk apa pun merupakan strategi meluk. Maka
               pimpinan sepantasnya mampu menghadirkan rasa  nyaman, aman dan tenteram bagi
               mereka,  bagaimanapun  caranya.  Seperti  yang  pernah  ditandaskan  oleh  Nabi
               Muhammad s.a.w bahwa ia adalah cinta-kasih yang ‘dihadiahkan’ oleh Allah s.w.t untuk
               semesta.  Rosul  adalah  pimpinan  yang  hebat,  disakiti  bawahan  pun  tidak  membalas
               dengan dendam.
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54