Page 51 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 51

ditambah  lagi  kita  memilihnya  tidak  berdasarkan  molek-nya  saja,  niscaya  target
               kepemimpinan  untuk  mengantarkan  rakyat  sejahtera  dunia  tembus  akhirat  akan
               tercapai.  Kebahagiaan  kepemimpinan  apabila  hubungan  atasan  dan  bawahan  aman
               dan  damai.Manakala  masing-masing  pihak  ada  kecurigaan,  berarti  pertanda  tidak
               adanya kenyamanan.



                                                          BAB V
                                            DUNIA BATIN PEMIMPIN JAWA

               A. Tanggap Sasmita dan Lelana Brata Seorang Pimpinan
                     Dalam peta kepemimpinan bangsa, orang Jawa sudah semakin berpikir praktis.
               Idealisme  Jawa  sering  diruntuhkan  oleh  politik  dagang  sapi  atau  dagang  ayam.
               Kepemimpinan  semakin  lama  menjadi  komoditi  ekonomis.  Hal  ini  diakui  oleh
               Moertono  (1986:151-154)  bahwa  budaya,  kekuasaan,  dan  kepemimpinan  pada
               zaman abad ke-18 dan ke-19 ini adalah lebih bersifat politis praktis. Manusia pada
               umumnya, entah itu karena  rasa kemanusiaannya,  entah  karena  rasa  kepentingan
               diri  sendiri,  selalu  berusaha  menemukan  cara-cara,  atau  jalan  untuk  melindungi
               dirinya  dari  segala  sesuatu  yang  merugikan  baik  yang  dapat  menimbulkan  akibat-
               akibat yang tidak baik maupun yang mengakibatkan penderitaan untuknya  - apakah
               yang menimbulkannya itu alam, dewa-dewa, "dunia lain", ataupun sesama manusia
               sendiri.
                     Alat-alat  pengamanannya  dapat  berupa  benda-benda  yang  berguna  langsung
                      -
               seper ti  senjata,  benda-benda  penolak  yang  bersifat  magis  seperti  azimat  dan
               sebagainya,  atau  kepercayaan-kepercayaan,  konsepsi-konsepsi  baik  yang  bersifat
               sederhana  maupun  yang  bersifat  rumit.  Umumnya  hal  itu  sesuai  dengan  iklim
               berpikir, taraf pengetahuan dan lingkungan fisik masyarakat yang mencetuskannya.
               Dengan  demikian  maka  baik  fungsi  "janur  kuning"  (dari  daun  kelapa  muda)  yang
               merupakan  gapura  pada  upacara-upacara  hajatan  yang  mempunyai  makna  magis
               "membersihkan"  siapa  pun  yang  lewat  di  bawahnya,  serta  fungsi  kera  untuk
               memantapkan rasa kejantanan seseorang, ataupun budi dan akhlak dalam memberi
               dasar  moral  pada  kekuasaan,  ketiga-tiganya  menjalankan  fungsi  yang  sama,  ialah
               sebagai  alat  pengaman,  agar  tercapai  maksud  dan  tujuan  yang  telah  ditentukan,
               tanpa  timbulnya  ekses-ekses  yang  akan  merusak  atau  menodainya.  Dalam  kaitan
               spesifik yang demikian itulah harus kita lihat hubungan antara budi dan kekuasaan
               pada zaman kerajaan-kerajaan di Jawa.
                     Kebenaran pandangan ini akan kita kaji pula pada sikap orang umumnya masih
               banyak dilekati oleh pola-pola pemikiran dari masa yang lalu, baik yang dibawakan
               oleh kelestarian adat, kesinambungan tutur kata, kreativitas pentas serta karya seni
               lainnya,  maupun  yang  diabadikan  di  pusat-pusat  kebudayaan,  oleh  sastra  tertulis
               atau  tercetak.  Harapan-harapan  yang  dikaitkan  menurut  tradisi  pada  konsepsi-
               konsepsi  kuna  itulah  yang  sering  mengundang  frustrasi-frustrasi  politik  karena
               hendak dipaksakan berlakunya dalam konteks kesejarahan yang lain.
                     Karena sumber bagi penulisan karangan ini terutama berupa hasil-hasil karya
               sastra  dari  abad-abad  tersebut,  maka  di  sini  kiranya  perlu  dikemukakan  sifat-sifat
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56