Page 50 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 50
Selain kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin sebagaimana
telah disebutkan, setidak-tidaknya ada 3 (tiga) hal yang tidak boleh ada dalam diri
seorang pemimpin, yaitu.
Pertama,molak-malik, yang berarti seorang pemimpin tidak boleh mencla-mencle,
inkonsisten dan tidak tepat janji. Memang berat menjadi pimpinan yang taat asas.
Pimpinan yang mampu menepati kata-kata sendiri itu tidak mudah. Pimpinan yang
bersifat esuk tempe sore dhele, artinya molak-malik biasanya gamang. Pimpinan
semacam ini sebenarnya lebih kotor daripada telur busuk. Dia hanya manis di bibir,
tetapi hatinya keras, ingin menindas. Saya memiliki pengalaman, dipimpin oleh figure
yang molak-malik. Pimpinan itu, pernah menghukum saya dengan sanksi, bahwa saya
dilarang membimbing mahasiswa di rumah. Katanya, kalau di rumah, mahasiswa harus
membawa sesuatu (makanan), jika tidak rasanya tidak enak. Ternyata, pimpinan
“gembus” itu, seperti melanggar sendiri, bahkan mempersilakan mahasiswanya
bimbingan di rumah. Ini jelas pimpinan yang pantas dimasukkan lubang sampah saja.
Dia itu seorang pengecut.
Kedua, muluk-muluk, terlalu berlebihan dalam segala hal, tidak bisa
mensinkronkan antara idealitas dan realitas. Maksudnya, pimpinan ini selalu bercita-cita
tinggi, namun terjebak dalam ungkapan kegedhen empyak kurang cagak. Artinya,
hanya gagasan yang melambung tinggi, bicaranya muluk-muluk, namun tanpa
kenyataan. Seringkali pimpinan melegitimasi kekuasaan sebagai sesuatu yang
datang dari Tuhan dibuktikan pula dengan usaha-usaha untuk menjadikan
keraton sebagai replika daripada istana keinderaan yang penuh dengan
kekayaan dan keagungan. Namun jika di balik itu banyak rakyat yang kelaparan,
berarti keterlaluan. Dalang di dalam menggambarkan keadaan istana raja
dengan teliti sekali menyebutkan perhiasan-perhiasan di Tamansari keinderaan,
hingga sampai pada batu-batu pualam yang oleh karena samparan kaki-kaki
dayang-dayang tuan putri permaisuri, melecit mengkilap seperti sekian bintang
beralih. Jika yang terakhir ini hanya ada dalam mimpi, berarti hanya muluk-
muluk saja, sementara rakyat banyak menderita.
Ketiga, malak, artinya bahwa seorang pemimpin harus terhindar dari sikap mental
koruptif, tidak boleh merampok harta negara dan rakyatnya, atau dalam tataran yang
paling sederhana, tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya.
Di samping itu, tidak seharusnya juga kita memilih pemimpin hanya berdasarkan molek-
nya praupan serta dunya-brana dari si calon pemimpin. Para koruptor seringkali pandai
bersilat lidah, untuk memperkaya diri. Watak semacam ini, sebenarnya sudah saatnya
dikubur. Biasanya pimpinan serupa sering mencari kesalahan orang lain. Dalih apa pun,
seringkali ingin benar sendiri, demi meladeni sikapnya yang malak. Pimpinan yang ingin
mengeruk harta rakyat, sebaiknya dimasukkan saja ke penjara. Artinya, jangan memilih
hanya karena bagusnya tampang dan besarnya mahar yang bisa ia berikan atau
bahkan hanya ia janjikan.
Oleh karena itu, sebagai rakyat yang mendamba pemimpin dan kepemimpinan
yang pinilih, setidak-tidaknya kriteria-kriteria di atas dapat kita jadikan sebagai tolok
ukur untuk memilih penguasa yang akan memimpin kita semua, mulai dari tingkatan
yang paling kecil nan sederhana sampai dengan yang paling besar dan penuh
kompleksitas. Jika penguasa yang memimpin kita adalah orang-orang yang melek,
muluk, milik, melok dan meluk serta tidak suka muluk-muluk, molak-malik, dan malak,