Page 82 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 82

menyatukan  dirinya dengan  kekuatan  lain,  agar ketika memimpin  lebih terpercaya.
               Lewat laku mistik, pimpinan dapat mendapatkan  sipat kandel, untuk melindungi diri
               dan  wilayahnya.  Menurut  tradisi  lama  di  Jawa,  penguasa  harus  mengumpulkan
               kekuatan  demi  kemuliaan  sipat  kandel.  Orang  penting  di  sekeliling  dirinya  berupa
               benda  atau  orang  apa  pun  yang  dianggap  mempunyai  atau  mengandung
               kekuasaan,  selalu  didekatkan.  Keratonnya  tidak  saja  dipenuhi  oleh  koleksi  benda-
               benda  pusaka  tradisional,  seperti  keris,  tombak,  alat-alat  musik  suci,  kereta  dan
               sebangsanya,  tetapi  juga  oleh  berbagai  macam  manusia  luar  biasa  seperti  orang
               bulai, pelawak, orang kerdil dan ahli nujum. Karena tinggal bersama dalam keraton
               dengan penguasa itu, maka kekuasaan yang dimiliki benda-benda dan orangorang
               itu diserap dan ditambahkan pada kekuasaan penguasa. Kalau benda atau orang itu
               hilang  dengan  cara  bagaimanapun  juga,  maka  ini  dianggap  berkurangnya
               kekuasaan  raja,  dan  sering  dianggap  sebagai  pratanda  datangnya  kehancuran
               dinasti yang sedang berkuasa. Sampai di mana tradisi ini tetap hidup, bahkan dalam
               kalangan-kalangan  elite  politik,  bukan  rapat  umum  dan  seterusnya  digunakan
               untuk memperuleh dan mempertunjukkan kekuasaan.
                     Mohammad Roem dalam pembicaraannya dengan Anderson (1986) di Ithaca
               pada  permulaan  1968  mengatakan,  bahwa  sebelum  timbulnya  pemimpin
               nasionalis  H.O.S.  Tjokroaminoto  dalam  tahun-tahun  1910-an.  para  ahli  pidato
               politik  meminjam  gaya  orator  mereka  dari  sandiwara  bangsawan.  yang
               selanjutnya  sebagian  besar  mengambilnya  pula  dari  teater  Eropa.  Pembaruan
               Tjokroaminoto  yang  besar.  yang  kemudian  diambil  alih  dan  dikembangkan  oleh
               Soekamo, adalah mendasarkan gaya pidatonya kepada gaya pengucapan dalang.
               Ini  memberikan  kesempatan  untuk  digunakannya  kiasan-hiasan  tradisional  dan
               gaya suara tradisional dengan terampil.
                     Suatu  ilustrasi  yang  menarik dari  gejala  ini adalah  kecenderungan sementara
               tokoh politik berusaha agar masyarakat Jawa percaya bahwa mereka juga memiliki
               beberapa  "upacara"  (benda-benda  keramat)  kekuasaan  itu.  Mereka  menyatakan
               bahwa ritual dan sipat kandel adalah simbol kekuasaan. Pimpinan memiliki kekuatan
               khusus  karena  bertameng  benda-benda  keramat.  Benda  keramat  itu  disebut  sipat
               kandel, artinya pusaka aji yang dapat membantu legitimasi seorang pimpinan. Sipat
               kandel tersebut merupakan  simbol kekuasaan yang hebat, sehingga banyak orang
               lain yang merasa hormat. Hormat berarti takut kewibawaan sipat kandel.
                     Dalam  koteks  ini,  biarpun  ada  nuansa  dinamisme,  yaitu  pemujaan  benda-
               benda,  kepemimpinan  semakin  bersinar.  Wajah  kepemimpinan  seseorang
               ditentukan  oleh  kekuatan  benda  keramat.  Hal  ini  juga  sering  diwariskan  sampai
               kepemimpinan  modern.  Orang  modern  juga  ada  yang  gemar  mendatangi  para
               nujumsakti,  untuk  memperoleh  benda  pusaka.  Ada  di  antara  pimpinan  desa,
               kecamatan,  bupati  sengaja  menjalankan  laku  irakat  untuk  mendapatkan  sipat
               kandel. Tentu di era modern, sipat kandel lebih terpusat hanya untuk pengamanan
               diri.

               C. Gaya Pimpinan Jawa Sang Kodok
                     Ada  lagu  menarik  yang  dilantunkan  di  trans  7,  ketika  HUT  DKI  Jakarta  (22
               Juni  2013)  pukul  21.30,  yaitu:  sang  kodok  eh  sang  kodok,  lagunya  bengkerok.
               Sang  kodok  e  e  e  sang  kodok,  lagunya  bengkerok.  Maksudnya,  lagunya  sang
   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87