Page 83 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 83
pemimpin kadang-kadang ironis, penuh makna. Sindiran sang kodok, adalah
pimpinan yang mengandalkan keterampilan loncat. Kalau saya perhatikan, di dekat
rumah saya selalu terdengar suara kodok. Ternyata dunia kodok pun mirip dengan
kepemimpinan orang Jawa. Sang kodok adalah pimpinan komunitasnya. Ada
kodok-kodok lain yang dipimpin dengan semangat nun sendika dhawuh, artinya
taat perintah. Jabatan kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan presiden tidak
jauh berbeda dengan sang kodok. Kodok sering bernyanyi, memanfaatkan suara
nyaringnya untuk menguasai yang lain.
Hal tersebut, terjadi pada penelitian Antlov dan Cederroth (2001:13-15)
menyatakan bahwa jabatan kepala desa dan stafnya adalah tradisional, dengan
tugas-tugas yang ditetapkan secara historis, mereka berada di bawah tekanan
ganda dan sedemikian jauh tidak bisa tidak saling bertentangan. Konsep tekanan
itulah yang biasa dilakukan sang kodok. Bayangkan, ketika malam hari, ada air
menggenang di persawahan dekat rumah saya selalu ada nyanyian (ngorek)
kodhok. Maka kedengaran dari rumah, persis ketika di sekolah bawah dahulu ada
nyanyian: Kodhok Ngorek.
Kodhok ngorek-kodhok ngorek
ngorek neng blumbangan
Theyot theblung theyot theblung
“kodok bernyanyi kodok bernyanyi
Bernyanyi di sebuah kolam
Theyot theblung theyot theblung’
Konteks bernyanyi, merupakan gaya kodok ketikamemimpin. Bernyanyi
sebagai pertanda riang gembira, penuh senyum, dan tidak marah. Begitulah kodok
ketika memimpin anggota (bawahannya), senyum dan nyanyian adalah
bekalpenting seorang pimpinan. Riang gembira adalah jiwa pimpinan Jawa, yang
menyebabkan langgeng dalam memimpin. Namun, perlu diketahui ketika bernyanyi
itu ada yang salah, seekor kodok yang menjadi pimpinan akan melakukan theyot
heblung, artinya menghajar (punish) dengan cara menggigit pada yang lain.
Ritme nyanyian kodhok yang nyaring itu, apabila diselingi salah nyanyian
akan menyebabkan suasana ganjil. Maka, sang kodok dapat melakukan hukuman.
Jadi, kepemimpinan gaya sang kodok paling tidak memuat dua hal, yaitu (1)
memimpin dengan gembira dan (2) menjatuhkan hukuman pada yang salah.
Pimpinan harus mendorong bawahan dengan suka ria, tidak selalu berwajah gelap
(mrengut). Pimpinan juga perlu memberikan hukuman pada bawahan yang
dianggap salah. Tentu saja sebelum menjatuhkan hukuman atau sanksi, perlu ada
peringatan baik lisan maupun tertulis.
Pimpinan gaya sang kodok, biasanya dipilih atas dasar aklamasi oleh rakyat.
Banyak di antara pimpinan desa dipilih oleh penduduk desa dan ada keharusan
moral untuk mewakili kepentingan rakyat setempat berhadapan dengan penguasa
atasan. Meskipun dipilih oleh penduduk, pemimpin lokal ini secara formal harus
mendapat persetujuan dari kepala kecamatan dan kabupaten. Para kepala desa
oleh pemerintah pusat dianggap sebagai pejabat publik dan oleh karena itu mereka
diminta untuk bergabung dengan Golkar, dan harus menjadi pelaksana yang setia