Page 92 - EBOOK_Falsafah Kepemimpinan Jawa
P. 92

sebab  betapa  berat  menjadi  pandhita  seperti  halnya  Begawan  Abiyasa  dalam
               pewayangan, harus berbekalkan kesucian hati.
                       Di  saat  genting  seperti  itu,  semua  orang  memang  akan  kehilangan
               keseimbangan.  Karena  itu,  tidak  mengherankan  jika  tumpuan  mayoritas  masyarakat
               Indonesia menghendaki Pemilu segera diwujudkan. Lepas dari gangguan di sana-sini,
               ada  yang  ingin  menggagalkan  atau  akan  mempertahankan  status  quo  misalnya  –
               memang sulit ditawar lagi kalau Kartodirjo (1986:5) menawarkan apa yang disebut ratu
               adil  (panguwa  sejati).  Mungkinkah  hal  ini  akan  terwujud,  sementara  paranormal
               Permadi  memang  masih  samar-samar  bahwa  waktu  yang  dekat  ini  akan  lahir  satria
               piningit (mungkin identik dengan pemimpin yang legitimate).

               C. Budaya Politik: Ewuh Pekewuh
                      Memang tidak terlalu salah kalau dikatakan politik adalah sebuah  play. Karena
               itu, di dalamnya terkadang terdapat sebuah skenario sandiwara yang sering berupaya
               untuk  memenangkan  suatu  kepentingan  tertentu.  Kalau  tarik-menarik  kepentingan  ini
               sudah agak ‘keterlaluan’ akhirnya bisa bermuara ke arah kepentingan kelompok atau
               bahkan pribadi – inilah masa bejat yang terjebak ke dalam zaman edan. Hal itu berarti,
               bahwa  zaman  edan  dapat  muncul  kapan  pun  dimana  pun.  Zaman  edan  tak  hanya
               merujuk  pada  peristiwa  sekitar  1965-1966  ketika  Indonesia  terjadi  hura-hura  G-30-S
               PKI dan akibat-akibatnya.
                      Mungkin, akan lebih tepat jika dikatakan bahwa zaman edan akan muncul setiap
               era, termasuk orde baru dan reformasi saat ini. Atau, setidak-tidaknya kejadian-kejadian
               yang mirip zaman edan ala PKI muncul juga pada setiap zaman, yang pada gilirannya
               menumbuhkan zaman edan pula. Kalau dalam wacana politik bangsa kita sudah terjadi
               penyimpangan kewenangan, kekuasaan, atau terlalu condong pada salah satu budaya
               politik  tertentu  yang  lebih menguntungkan pejabat  dibanding  kepentingan  rakyat  –  ini
               juga tanda-tanda zaman edan yang amat berat. Bayangkan, Erosi etika jabatan di masa
               orde baru, dapat disaksikan bahwa pelaksanaan politik orde baru dalam menjalankan
               pemerintahan masih terdapat sisi-sisi hitam. Kasus Edi Tansil (Edi Kancil?) yang ‘lolos’
               dari  penjara  Cipinang,  adalah  saksi  kelemahan  aparat  dan  hukum  kita.  Belum  lagi
               dengan  kasus-kasus  wartawan  Udin,  Marsinah,  pembunuhan  keji  berkedok  Ninja  di
               Banyuwangi, kasus Marsinah, kasus Udin, kasus Sum Kuning, Tragedi Semanggi, dan
               lain-lain – telah membuat aparat ewuh pakewuh untuk mengungkap. Terlebih lagi kalau
               ‘dalang’ kasus tersebut menyangkut ‘orang besar’ atau ‘anak orang tertentu’ – akhirnya
               timbul seseorang yang kebal hukum, atau kasus yang ‘dipetieskan’.
                      Pada zaman orde baru yang serba berkutat pada budaya ‘sungkan’ dan  ewuh
               pekewuh.  Budaya  ini,  antara  lain,  ditandai  dengan  adanya  negara  yang  kehilangan
               wibawa,  penguasa  yang  kehilangan  etika,  masyarakat  yang  kehilangan  pranata  dan
               alam yang terus melahirkan bencana. Kegagalan ini, berdampak pada krisis segala hal
               yang  berkepanjangan,  khususnya  krisis  budaya  dan  kepercayaan.  Krisis  ini  sulit
               didongkrak dan dikembalikan manakala mamsih terjadi pertikaian terus antar elit politik.
               Mungkin  sekali,  apa  yang  diramalkan  paranormal  seperti  Ki  gendeng  Pamungkas,
               Permadi SH, Ki Kusumotanoyo dll. Tentang krisis sebagai akibat keserakahan ini, baru
               akan reda 12 bulanan lagi – sulit menjadi kenyataan.
                      Bukankah  hal  itu  warna  zaman  edan  yang  terbumbui  oleh  budaya  kekuasaan
               Jawa  yang  sejak  lama  diterapkan  dengan  model  ewuh  pakewuh?  Atau  bahkan  juga
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97