Page 400 - Toponim sulawesi.indd
P. 400
386 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
Koloniaal Archief, Overgekomen Brieven, misalnya kode 1171a,
OB 1672. M. de Jong di Makassar ke Batavia, 10 April 1671 dan
Harthouwer di Makassar ke Batavia, 17 Mei 1674.
Bila betul Belanda menuliskan kata “Majene” di dalam catatan
mereka tersebut di atas (catatan aslinya dalam Bahasa Belanda
yang tersimpan di Arsip Kolonial di Arsip Umum Nasional, Prins
Willem Alexanderhof No. 20, Den Haag bagian Makassar Register),
maka bisa dipastikan istilah Majene sebagai nama tempat telah ada
atau telah digunakan setidaknya pada tahun 1672 (atau berdasar
tahun penulisan catatan; mungkin masih ada yang tertua). Tinggal
yang harus dicari adalah mengapa Belanda menggunakan Majene
dan bukan, misalnya, Banggae?” 14
Berdasarkan lima wacana yang dikemukakan tersebut, kota pantai
Majene menjadi pusat pemukiman yang mendapat sentuhan tiga Kerajaan
yakni tiga Kerajaan dalam Pitu Baqbana Binanga, yakni Kerajaan Banggae,
Kerajaan Sendana, dan Kerajaan Pamboang. Hal ini berarti bahwa Majene
muncul dalam dinamika ketiga wilayah kerajaan ini. Kerajaan Sendana
sebagai Ibu dan kerajaan Banggae sebagai anak laki-laki, sementara
Pamboang sebagai anak perempuan dari federasi putu Baqbana Binanga di
Mandar. Majene lalu menjadi sebuah kota produk kawasan yang muncul
15
ketika Kolonial Belanda berkuasa di Mandar dan kota pantai ini bertahan
sebagai sebuah ibukota di masa Orde Lama dan Orde Baru hingga Reformasi
dalam pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. Majene atau “anjeqneq”
terbentuk atas spirit kemandaran dan keberislaman.
14 Ibid.,
15 Darmawan Mas’ud Rahman, Sistem Kekerabatan dan Politik di Balanipa, Suatu Cer-
min Hubungan Balanipa dan Gowa (Makassar) di Abad XVI-XIX Masehi,” Makalah
Pada Seminar Mahasiswa Sejarah Se-Sulawesi, yang diselenggarakan di Ujung Pan-
dang, 28-30 Desember 1987, hlm. 9-11.