Page 226 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 226

SIAKU dua puluh empat, kembali dari sekolah bisnis, Opa
               sudah menunggu di bandara.
                 ”Kita harus merayakan ini, Tommi.” Tubuh kurus tinggi Opa
               memelukku.
                 Aku balas memeluknya, bertanya ragu-ragu, ”Merayakan?”
                 Opa  mengangguk,  menyikut  pinggangku. ”Tenang  saja.  Om
               Liem tidak ikut serta, dia tahu diri. Hanya berdua kita berlayar
               menapaktilasi perjalanan Opa puluhan tahun lalu. Dengan ke-
               cepatan  30  knot  per  jam,  setidaknya  butuh  satu-dua  minggu.
               Menyenangkan, bukan?”
                 Aku ikut tertawa—untuk kalimat Om Liem tidak ikut. Sejak
               dulu Opa selalu ingin menghabiskan waktu bersamaku, berusaha
               menebus hari-hari di sekolah berasrama. Aku mengangguk, tidak

               ada salahnya. Sudah lebih dari belasan tahun aku tidak pernah
               libur panjang sungguhan, biasanya segera kembali ke buku-buku,
               membaca banyak hal, belajar banyak hal—bahkan di hari libur.
                 Kami melepas jangkar kapal pesiar. Ada dua orang pembantu

                                         224




       Isi-Negeri Bedebah.indd   224                                 7/5/2012   9:51:11 AM
   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230   231