Page 231 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 231
”Badai, kehabisan bekal, minum air asin, ditembaki kapal
Belanda, itu semua makanan sehari-hari. Termasuk cerita-cerita
seram tentang legenda lautan, itu tidak mempan.” Opa menghela
napas sejenak. ”Hingga suatu saat nelayan senior bercerita. Astaga,
itu cerita paling seram yang Opa dengar. Membayangkannya,
bahkan setelah berpuluh-puluh tahun, Opa tetap merinding.”
Lengang lagi sejenak. Aku terus memegang kemudi kapal,
menatap lurus.
Opa menoleh, menatapku bingung. ”Kau sepertinya tidak
sepenasaran seperti dua tahun lalu, Tommi? Bukankah dulu kau
mendesak ingin tahu?”
Aku tertawa, menggeleng.
Opa terlihat kecewa. ”Kau sungguh tidak ingin tahu lagi,
Tommi? Padahal Opa sudah sengaja benar membuat variasi ini
agar kau tidak bosan mendengar cerita masa lalu Opa yang itu-
itu saja.”
Aku kembali menggeleng, menatapnya penuh penghargaan.
”Bukan itu masalahnya, Opa. Aku selalu senang mendengarnya,
itu selalu membuatku paham masa lalu keluarga kita, tahu diri.
Tetapi soal kisah seram nelayan itu, aku sudah tahu.”
”Kau tahu? Dari mana kau tahu?”
Aku menyengir. ”Dua tahun sekolah di luar, ada banyak yang
ingin kupelajari. Termasuk PR itu, aku mencari tahu ke mana-
mana. Buku-buku, berita, apa saja. Lama sekali aku menemukan
penjelasannya. Hingga mendatangi perkampungan nelayan di
pesisir, ratusan kilometer dari sekolah bisnis. Satu-dua nelayan
tua di sana masih ingat cerita itu.”
Opa terdiam, menyelidik, memastikan apakah aku sungguh-
sungguh atau pura-pura saja.
229
Isi-Negeri Bedebah.indd 229 7/5/2012 9:51:11 AM