Page 232 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 232
”Lihat, laut tenang sekali. Samudra luas yang bernama Pasifik,
‘Kedamaian’. Semua nelayan amatir, pelaut pemula, selalu menilai
lautan setenang dan sedamai ini berkah. Aku tahu cerita itu,
Opa. Dan aku tahu itu bukan sekadar legenda, meski tidak ada
penjelasannya hingga hari ini. Aku membuka tumpukan kliping
berita, berpuluh-puluh kapal hilang, bahkan bukan hanya yang
mengapung di lautan, yang terbang di atas juga hilang, belasan
pesawat tempur, belasan pesawat komersial. Aku tahu.”
Opa menelan ludah. Ruang kemudi lengang sejenak.
”Puluhan tahun silam, setelah mendengar cerita itu, Opa
takut sekali kalau perahu kayu yang tua dan bocor itu tersesat
ke sana, bukan? Wilayah paling misterius di Samudra Pasifik.
Cemas kalau kapal bukannya menuju tanah terjanjikan di arah
selatan, malah bergerak tidak sengaja ke timur, masuk dalam
perangkap tenangnya permukaan samudra. Hilang dalam catatan
sejarah. Aku tahu, Opa. Tetapi dengan sistem navigasi hebat
masa kini, tidak ada nelayan, nakhoda kapal, atau pilot pesawat
sekalipun yang cukup bodoh melewati wilayah itu.” Aku me-
nunjuk layar kemudi, tertawa pelan. ”Lihat, kita ribuan kilometer
dari sana. Terus mengarah ke selatan, jadi seratus persen
aman.”
Opa menghela napas. ”Ternyata kau sudah tahu, Tommi.”
Aku mengangguk.
”Baiklah, Opa akan beristirahat. Sudah larut malam.”
Aku tersenyum, Opa beranjak keluar.
”Satu lagi, Tommi.” Opa sempat menoleh sebelum sempurna
keluar. ”Kau tidak seharusnya meremehkan cerita itu walaupun
kapal ini dilengkapi sistem navigasi hebat. Lautan tetaplah laut-
an.”
230
Isi-Negeri Bedebah.indd 230 7/5/2012 9:51:11 AM