Page 234 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 234
”Berhenti atau kami tembak!” Komandan menyambar toa,
berteriak.
Kadek tidak peduli, dia terus melepas tali.
Tidak akan sempat, aku mengutuk dalam hati. Berpikir cepat,
aku segera mengangkat Kalashnikova yang sempat kuambil di
kamar sebelum berlari menyalakan mesin. Aku memutuskan
menarik pelatuk senjata sebelum mereka menembak. AK-47 itu
teracung sempurna ke rombongan polisi yang siap menyergap.
”Berlindung!” Salah satu anggota polisi yang melihatnya ber-
teriak kalap.
Belum habis gema teriakannya, senjata serbu yang kudekap
telah memuntahkan peluru dengan kecepatan hingga 600 butir/
menit, membuat lantai dermaga seperti ditimpa gerimis, semen
lantai merekah, berhamburan bersama kelotak peluru.
Belasan polisi itu kalang kabut mencari posisi berlindung,
kembali ke belakang mobil taktis. Mereka sepertinya tidak men-
duga akan menerima sambutan semeriah ini. Komandan polisi
berteriak serak, meneriaki anak buahnya, ”Tembak kapal itu!
Habisi mereka!”
Aku mendengus. Dasar bodoh! Aku sama sekali tidak meng-
incar mereka. Aku hanya menyuruh mereka mundur, memberi-
kan kesempatan pada Kadek menyelesaikan tugas.
Rahangku mengeras. AK-47 yang kupegang dengan cepat
menembaki salah satu sisi mobil. Salah satu dari polisi yang
sudah dalam posisi berlindung berusaha membalas tembakan.
Satu lubang berhasil kututup, dua lubang lain muncul. Mereka
mulai balas menembaki kapal. Dua-tiga peluru menghantam
kaca ruang kemudi, berhamburan. Aku menunduk, menghindari
232
Isi-Negeri Bedebah.indd 232 7/5/2012 9:51:11 AM