Page 260 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 260
”
IDAK terbayangkan, Nak. Sungguh tidak pernah berani
kubayangkan, bahkan dalam mimpi paling liar orang tua ini
sekalipun, bahwa kau ternyata selamat dari kejadian puluhan
tahun silam. Kupikir hanya Liem, istrinya, dan opamu yang se-
lamat. Ternyata kau juga selamat.” Orang tua dengan tongkat di
tangan itu merentangkan tangan, dan tanpa bisa kucegah, sudah
memelukku takzim.
Aku masih menelan ludah. Berdiri menerima pelukan, meng-
ingat-ingat wajahnya.
Dia melepaskan pelukan, menatapku datar, tersenyum. ”Kau
dulu masih kecil sekali, Tommi. Setinggi ini. Berpakaian seperti
pelayan, berlari-lari kecil membawa nampan berisi gelas air mi-
num dan makanan saat pesta keluarga diadakan. Apa kata
Edward, papamu? ’Tentu saja dia mau bekerja keras, Shinpei.
Dia digaji mahal sekali.’ Aku lantas bertanya, ’Mahal?’ Papamu
menjawab, ’Sebuah sepeda baru, Shinpei.’ Seperti baru terjadi
kemarin sore pesta meriah itu, beberapa bulan sebelum rumah
dan gudang kalian dibakar massa mengamuk.”
258
Isi-Negeri Bedebah.indd 258 7/5/2012 9:51:12 AM