Page 266 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 266

AKSI yang kutumpangi dari dermaga yacht masih setia me-
               nunggu.
                 ”Kita ngebut lagi, Pak?” sopir taksi bertanya, menyeringai.
                 Belum  hilang  anggukanku,  belum  genap  menyebut  tujuan
               berikutnya, mobil sudah melesat meninggalkan pelataran parkir
               gedung Bank Semesta.
                 Hari Minggu, jalanan protokol lengang.
                 Telepon genggamku berbunyi saat aku merebahkan punggung,

               berusaha rileks sejenak. Nama Erik terpampang di layar telepon
               genggam.  Aku  menggerutu,  sejak  tadi  aku  menunggu  nomor
               kontak yang akan dikirimkan Erik.
                 Aku mengangkat telepon, setengah berseru. ”Kau butuh be-
               rapa lama lagi untuk mengirimkan business card putra mahkota,
               Erik?”
                 ”Sabar, Thomas,” Erik berkata santai.
                 ”Astaga, waktuku terbatas.” Aku mulai jengkel.

                                         264




       Isi-Negeri Bedebah.indd   264                                 7/5/2012   9:51:12 AM
   261   262   263   264   265   266   267   268   269   270   271