Page 308 - Tere Liye - Negeri Para Bedebah
P. 308
lagi melihat wajahku. ”Kau tinggal bilang di mana meja pemesan
pizza ini. Biar aku yang antar. Kau tunggu di sini saja.”
Aku berpikir sejenak, berusaha mencari akal untuk bernego-
siasi diizinkan masuk.
Petugas itu sudah merampas kantong plastik besar berisi
kotak pizza di tanganku.
”Di mana meja pemesannya?” Dia mendesak, menatap galak.
”Eh, Ibu Maggie. Mejanya paling pojok,” aku terbata-bata men-
jawab.
Petugas itu melangkah dengan cepat.
Aku ikut melangkah masuk, mengiringinya.
”Astaga.” Petugas menoleh, tangannya bergerak cepat, senjata
mesin otomatisnya terangkat, larasnya menahan dadaku. ”Alang-
kah susah memberi perintah padamu. Kalau kubilang tunggu di
luar, berarti kau tunggu. Atau kau tidak akan pernah bisa lagi
mengantar pizza walau sekotak kecil jika kutarik pelatuk senjata
ini.”
Aku menahan napas. Mata kami bersitatap satu sama lain.
”Maaf, Pak, eh, Bos. Maaf.” Aku menelan ludah, mengangkat
tangan, perlahan melangkah mundur.
Setidaknya satpam gerbang belakang gedung perkantoran
benar. Jumlah mereka enam. Meski berpura-pura gentar menatap
senjata, sebelum melangkah mundur, aku sekejap bisa melirik
dengan jelas ujung ruangan. Maggie didudukkan di salah satu
kursi, tangannya diborgol. Empat petugas berada di sekitarnya,
berjaga penuh. Bintang tiga polisi itu terlihat santai menikmati
pemandangan jalanan kota yang lengang dari dinding kaca. Dua
tangannya di saku celana. Dia tidak memperhatikan keributan
306
Isi-Negeri Bedebah.indd 306 7/5/2012 9:51:13 AM