Page 102 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 102

Maka  petjah  soedah  teriakan-teriakan  panik  di  mana-mana,  itoe  Mevrouw-mevrouw

               jang  berdandan  rapi,  koesoet  masai  ramboetnja,  jatoeh  bergelimpangan.  Meneer-
               Meneer, hendak mentjaboet pistol atau pedang, terkulai  lebih dahoeloe, itoe sendjata

               berkelontangan.

               Itje membekoe menjaksikan semoea kedjadian.
               Dan  beloem  habis  tamoe  oendangan  terkaget-kaget  dengan  itoe  kedjadian,  pintoe

               roeangan  makan  malam  berdebam  terboeka,  dua  belas  orang  memakai  kedok  hitam

               lontjat masoek sambil menghoenoes golok besar.
               ”Semoea diam di tempat!” Pemimpin orang berkedok, membentak, hanja matanja jang

               terlihat. Teman-temannja segera mengepoeng roeangan.

               Itje meremas djemarinja, akhirnja, itoe Kang Djalil.
               Dia amat mengenal sorot mata tambatan hatinja.

               Beberapa  serdadoe  pengawal J.P. Coen jang tidak ikoet bersoelang menjtaboet pistol,

               bedil-bedil terangkat, joega beberapa tjenteng pengawal toean tanah atau baroen jang
               ikoet serta ke dalam roeang djamoean.

               ”Djangan matjam-matjam.” Pemimpin orang berkedok membentak lagi, lebih kentjang,

               goloknja  mengantjam  boekan  main-main,  ”Semoea  diam  di  tempat!  Toeroenkan
               sendjata kalian.”

               ”Verdomme,”  Itoe  soeara  Meneer  Van  Houten  jang  memotong,  dengan  kaki  gemetar,
               bertopang  bibir  medja,  Meneer  menatap  rombongan  berkedok,  ”Kalian  tidak  pernah

               puasnja meroesak atjara ini. Apa tidak tjukup tiga tahoen laloe, hah?” Meneer beroesaha

               mentjaboet pistolnja.
               Pemimpin orang berkedok tertawa sinis, ”Tidak akan pernah tjukup hingga tanah air

               kami merdeka.”

               ”Inlander pemberontak! Kalian akan menjesal. Kalian—” Kalimat Meneer Van Houten
               tidak  selesai,  toeboehnya  lebih  doeloe  toembang  karena  ratjun  sebeloem  mampoe

               menarik  pelatoek,  menyoesoel  itoe  istrinja  jang  soedah  lebih  doeloe  tersoengkoer
               djatuh.

               Itje  mendjerit ngeri. Maoe  bagaimanapoen, tiga  tahoen dia tinggal  di  roemah Meneer

               dan Nyonya Rose. Hendak lontjat membantoe Meneer, tapi gerakan tangannja terhenti,
               seseorang lebih tjepat telah menangkap tangannja, menelikoengnja, dan sedetik lepas,

               montjong pistol soedah ada di pelipisnja.
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107