Page 98 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 98

Kalau  ada  jang  sedang  berdiri  di  atas  mercu  suar  pelaboehan  Soenda  Kelapa  atau

               menara benteng kompeni, pastilah dia bisa melihat tjahaya gemerlap dari roemah jang
               terletak di selatan Batavia itoe.

               Sedjak poekoel lima, satoe persatoe tamoe oendangan hadir menoempang kereta koeda.

               Ketepak,  ketepok  ladam  menimpa  djalanan  terdengar  ramai  berirama,  moesim
               kemarau, debu berterbangan. Setiap ada kereta koeda memasoeki halaman, gesit itoe

               para katjoeng depan menjamboet, terboengkoek-boengkoek memboekakan pintoe, dan

               nederlander, toean tanah, atau baron eropah penoeh gaja, berpakaian netjes nan mahal,
               toeroen dari kereta, menepoek-nepoek setelan dari deboe. Sementara katjoeng soedah

               membawa itoe kereta koeda parkir rapi.

               Djamoean makan malam masih doea djam lagi, para Mevrouw jang datang lebih awal
               dengan anggoen diadjak berkeliling roemah oleh Nyonya Rose, jang dengan senang hati

               menjombongkan koleksi loekisan, permadani, pot-pot antik, dan barang hiasan mahal

               miliknja. Sementara  Meneer  Van Houten  mengadjak  Meneer-Meneer  bertjakap-tjakap
               ringan  di  beranda  sambil  berdiri,  tertawa  sopan  khas  bangsawan  saat  ada  jang

               melontarkan leloecon.

               Poekoel enam lewat tiga poeloeh, hampir semoea tamoe penting telah hadir. Beberapa
               kapiten nederlander ikoet hadir, dan poeloehan serdadoe lainnja memenoehi halaman

               roemah.  Sementara  di  dalam,  Nyonya  Rose  sedang  asjik  mendjelaskan  siapa  jang
               memasak menoe malam ini, koki nomor wahid dari Paris.

               “Ah,  syukurlah  Mevrouw  Rose,”  Salah-satu  istri  toean  tanah  berseroe  memotong—

               terlihat  sekali  dia  sirik  dan  tidak  soeka  dengan  kemegahan  atjara  djamoean  makan
               malam ini, “Setidaknja kalau begitoe, soep beningnja akan jaoeh lebih lezat dibanding

               soep bening resep keloearga Mevrouw Rose tiga tahoen laloe.”

               Nyonya  Rose  poera-poera  tertawa  anggoen  menanggapi  sindiran  itoe,  mengangkat
               tangannja  pada  posisi  sempoerna,  “Tentoe  sadja  Mevrouw  Chaterine,  tentoe  sadja.

               Hanja lidah orang-orang terhormat sadjalah jang bisa merasakan spesialnja itoe soep,
               apalagi djika lidah aseli ketoeroenan darah bangsawan. Oh well, maksoedkoe, lidah kita

               semoea.”

               Nyonya-nyonya lain demi sopan santoen terhadap toean roemah ikoet tertawa. Padahal
               djelas-djelas  Nyonya  Rose  sedang  menjindir  Mevrouw  Chaterine,  wanita  eropa  biasa

               jang mendapatkan gelar kebangsawanan karena pernikahan. Di doenia ini, entah itoe di

               kalangan ningrat atau orang awam, entah itoe di tempat-tempat megah nan mahal atau
   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103