Page 105 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 105

6.  Kalau Semua Wanita Jelek








               Alkisah, dulu ada anak perempuan bertubuh gendut, saking gendutnya, sering dijadikan
               bahan olok-olok oleh temannya. Dagunya besar, lehernya tidak kelihatan, betis, paha dan

               lengannya  jumbo,  menurut  olokan  temannya  yang  paling  jahat,  si  gendut  ini  kalau

               digelindingkan di jalan raya, pasti jauh sekali menggelinding baru berhenti. Atau kalau
               pertandingan basket, bolanya tiba-tiba kempes, si gendut ini bisa jadi ganti bola. Jahat

               memang.


               Kabar baiknya, dengan segala keterbatasan, si gendut diberkahi dengan kecerdasan dan

               kebaikan hati. Jadi dia tidak terlalu ambil hati dengan olok-olok temannya. Lebih banyak
               tersenyum dan menggeleng saja, tidak membalas. Jika dia merasa olokan itu berlebihan,

               tidak bisa menahan diri, dia selalu pandai menjawab dengan tepat. Tidak terbayangkan

               betapa  besar  sisi  kebaikan  yang  dimilikinya.  Sayangnya,  di  dunia  nyata,  orang-orang
               tetap saja bertingkah menyebalkan pada orang baik.



               Pada suatu hari, si gendut menumpang angkutan umum, nah, sialnya, di dalam angkutan
               itu  ternyata  sudah  ada  tiga  teman  sekolahnya  yang  suka  mengolok.  Tidak  menunggu

               menit, tiga anak perempuan ini yang memang bertubuh ramping dan kurus berbisik-bisik

               dengan suara sengaja dikeraskan. Tertawa satu sama lain penuh arti. Menatap si gendut
               merendahkan.



               Si gendut hanya diam, memilih memperhatikan jalanan.


               “Eh,  tahu  nggak  sih  lu,”  Karena  sebal  dicuekin,  yang  paling  jahat  di  antara  tiga  anak

               ramping itu menyikut lengan si gendut, mencari perhatian sekaligus mencari masalah.
               Si gendut menoleh. Masih diam.


               “Ini angkot sempit banget tahu, gara-gara sejak lu naik. Lihat nih sesak.” Si anak ramping

               jahat  memonyongkan  bibir,  “Harusnya  ya,  ongkos  naik  angkot  itu  disesuaikan  dengan

               berat badan. Jadi orang-orang kayak lu, kenanya dobel. Rugi tahu sopirnya.”
   100   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110