Page 107 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 107

Dua  jam  lalu,  Vin  sebenarnya  sedang  asyik  bekerja,  lembur  malam-malam

               menyelesaikan  laporan  bulanan  kantor,  ketika  Jo  meneleponnya  mengajak  makan
               malam.  Mereka  berdua  teman  dekat,  karib  sejak  sekolah  menengah  atas  dulu.

               Bagaimana tidak karib? Menurut definisi kecantikan versi industri kosmetik saat ini, Vin

               yang  jerawatan,  rambut  keriting  jingkrak,  wajah  tirus,  ditambah  berkulit  gelap  pula,
               memang cocok punya teman Jo, yang mirip sudah dengan deskripsi cerita anak gendut

               tadi.


               Mereka  berdua  dipertemukan  sejak  masa  orientasi  sekolah,  diolok-olok  kakak  kelas,

               dijemur berdua, lantas berteman baik hingga detik ini, melewati tiga tahun SMA, empat

               tahun  kuliah,  dan  enam  tahun  bekerja.  Vin  adalah  staf  administrasi  perusahaan
               kosmetik, Jo adalah petugas tiketing sebuah biro perjalanan. Setidaknya, meski masa-

               masa sekolah mereka terasa ‘kejam’, mereka bisa melewatinya dengan baik.


               “Ayolah,  Jo,  dunia  tidak  berakhir  hanya  gara-gara  seorang  customer  biro  perjalanan

               menghinamu,  bukan?”  Vin  kembali  membesarkan  hati,  melirik  jam  di  pergelangan

               tangan, ini sudah dua jam mereka duduk di sebuah kafe dekat kantor Jo.


               “Iya, dunia memang tidak berakhir.” Jo menjawab sarkas, “Gunung-gunung seharusnya
               sudah  meletus  dari  tadi,  atau  lautan  sudah  terbelah  kalau  memang  kiamat.  Dan  kita

               tidak bisa lagi duduk santai menikmati minuman. Kita sudah berteriak-teriak histeris

               seperti di film. Arrgghh… Arghhh….”


               Vin  menatap  ekspresi  dingin  Jo,  menelan  ludah,  setengah  antara  tertawa,  setengah

               hendak  mengeluarkan  suara  puh,  menggaruk  rambut  keriting  jingkrak  di  kepalanya,
               aduh,  kenapa  urusan  ini  jadi  panjang  sekali.  Walaupun  teman  karib,  Vin  keberatan

               duduk tiada berguna seperti ini, tadi dia sudah menolak ajakan Jo, dia sibuk. Tapi demi
               mendengar  suara  Jo  yang  nelangsa,  memohon,  baiklah,  laporan  bulanan  yang  super

               penting  ini  ditunda,  urusan  bos  yang  marah-marah  nanti  saja.  Kode  darurat.  Dia

               memilih menemani teman terbaiknya.


               Vin pikir ini hanya kali kesekian Jo curhat, mengadu. Biasanya, setelah menghabiskan

               segelas milkshake, mood Jo akan lebih baik, mereka bisa kembali bekerja. Sekarang? Itu
   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112