Page 125 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 125

7.  Mimpi-Mimpi Sampek-Engtay








               “Kaukah yang di sana Sampek?” Suara Engtay berat-berwibawa, sempurna seperti suara
               seorang  lelaki.  Kakinya  melangkah  perlahan,  penuh  perhitungan.  Pakaiannya  persis

               seperti murid biara laki-laki lainnya.


               Terdengar  dehem  pelan,  sedikit  mengerang,  menjawab  dari  balik  patung  Budha,  di

               halaman Pagoda Hukuman.


               ”Sampek, kaukah itu?” Engtay berbisik pelan, cemas.


               ”Iya, ini aku.” Suara mengerang itu menjawab memastikan.



               Engtay  bergegas  melangkah  ke  balik  patung  yang  remang,  ”Maafkan  aku  datang
               terlambat,” suara Engtay mendadak berubah merdu, suara gadis yang senang melihat

               pujaan hatinya, meski sekarang menatap iba.


               Sampek  terlihat  bersandar  di  kaki  patung,  wajah  dan  tubuhnya  terlihat  sekali  lebam

               biru, seperti habis melewati pertarungan sulit.


               ”Kau  baik-baik  saja,  Sampek?”  Tangan  Engtay  gemetar  mengeluarkan  kain  dan  obat-

               obatan dari keranjang kecil yang dibawanya.


               ”Aku  baik-baik  saja.”  Sampek  berusaha  tersenyum,  menahan  sakit  saat  Engtay  mulai

               membasuh lukanya, ”Lantai lima sialan itu ternyata tidak mudah dilewati.”


               Engtay  menatap  prihatin,  masih  cekatan  membasuh  luka  Sampek,  mengeluarkan

               ramuan dari botol.


               ”Kau jangan terlalu dekat denganku.” Sampek tiba-tiba berseru pelan.
   120   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130