Page 128 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 128

Sampek menggeleng, tersenyum riang, “Aku sudah terbiasa dihukum sejak tiba di sini,
               Engtay. Berbeda denganmu yang pintar dan penurut.”



               “Seharusnya kau tidak mengambil Liontin Permaisuri di Ruang Pusaka.”


               “Sstt,  jangan  keras-keras,  nanti  ada  yang  mendengarkan  kau  menyebut-nyebut  soal

               liontin itu—“ Sampek menempelkan jari telunjuknya ke bibir. Menoleh kesana-kemari.
               Mereka berdiam diri lagi sejenak.



               “Malam  ini  indah  sekali—“  Sampek  mendongak.  Dari  halaman  Pagoda,  mereka  bisa
               melihat langit  dari balik patung Budha.



               Engtay mengangguk. Tersenyum setuju.


               Ini  hanya  malam  indah  ke  sekian  di  kaki  Gunung  Lu,  tapi  bagi  mereka  berdua,  bagi

               Sampek lebam habis-habisan dihukum, maka itu tetap terasa lebih indah. Apalagi bagi
               Engtay  yang  sepanjang  hari  mencemaskan  nasib  Sampek.  Angin  malam  menelisik

               rumpun bambu. Gemerisik teratur. Seperti nyanyian cinta.


                                                           ***


               Sampek  terlahir  sebagai  pemuda  miskin  tapi  berbakat  dari  selatan.  Dikirim  ke

               Perguruan  Shaolin  karena  memenangkan  kontes  ketangkasan  memainkan  toya  se-

               perfekture.  Semuda  itu  bakat  kungfunya  luar  biasa,  meski  Sampek  sama  sekali  tidak
               berminat  pelajaran  puisi,  sebab-akibat  alam,  kebijaksanaan,  dan  sebagainya.  Sampek

               pemuda yang polos. Suka membantu. Malah ringan tangan menggantikan murid lainnya
               menjalani  hukuman.  Itulah  yang  membuat  Engtay  sejak  awal  jatuh-hati.  Kepolosan

               Sampek yang tidak menuntut.


               “Apakah kau memakai liontin itu sekarang?” Sampek berbisik.
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133