Page 132 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 132

aku  akan  memberikan  lantai  ke  sembilan  sebagai  hukuman.  Lantai  yang  hanya  bisa

               dilewati  hidup-hidup  jika  kau  memiliki  kungfu  Sembilan  Naga  Surga.  Haha,  bahkan
               Rahib Ketua tidak pernah tahu apakah kungfu hebat itu masih ada atau tidak.”



               Murid-murid  perguran  shaolin  yang  menyaksikan  hukuman  itu  berjengit.  Sejauh  ini
               tidak  ada  di  antara  mereka  yang  harus  menjalani  hukuman  pagoda  suci  hingga  lima

               lantai. Sampek menggigit bibir. Memanggul toya dipundak, lantas melangkah bergetar.

               Engtay yang berdiri di belakang bersama murid lainnya, menangkupkan  kedua belah
               telapak  tangan.  Memohon  keselamatan  kekasih  hatinya.  Baru  dua hari  mereka  saling

               tahu  perasaan  masing-masing,  Sampek  sudah  harus  menjalani  hukuman  seperti  ini.

               Bagaimana  jika  sebulan?  Setahun?  Apakah  Budha  Suci  terlanjur  menakdirkan  buruk
               percintaan mereka?



               Tetapi  Sampek meski  susah-payah, meski  tubuh berdarah-darah, berhasil keluar  dari
               lantai  lima  pagoda  suci  dua  belas  jam  kemudian.  Berhasil  mengatasi  rintangan  dan

               jebakan  setiap  lantai.  Sampek  jatuh  pingsan  saat  kakinya  menjejak  tanah.  Engtay

               menjerit (suara lelaki). Murid-murid lain yang selama ini amat menghormati Sampek
               serabutan mendekat. Tabib biara berteriak menyuruh mereka minggir. ”Tidak ada yang

               boleh  mendekati  pelanggar  aturan  ini.  Biarkan  malam  ini  dia  sendirian  di  halaman
               Pagoda,  merenungkan  kesalahannya  di  depan  patung  Budha.  Tidak  ada  yang  boleh

               mengobati lukanya.” Sementara Rahib Penjaga Pagoda mendesis dalam hati, “Anak ini

               sungguh berbakat! Benar-benar berbakat.”


               Tetapi hukuman ini berharga. Lihatlah, Liontin Permaisuri begitu indah di leher Engtay.

               Engtay yang sekarang tersenyum bahagia. Malam ini Sampek sempurna seperti melihat
               dua purnama bersinar terang.


               Wajah Engtay dan wajah sepotong bulan di atas sana.



               “Saatnya kau kembali ke kamar.” Sampek berbisik.


               “Tunggulah sebentar lagi! Aku masih ingin menemanimu!” Engtay keberatan.
   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137