Page 134 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 134

petinggi dan keluarga kerajaan mengirim anaknya ke Biara Shaolin, bahkan walaupun

               dia seorang lelaki.


               Sejak  dulu,  Biara  Shaolin  selalu  berseberangan  dengan  Istana  Terlarang,  tidak  peduli

               siapapun  yang  sedang  berkuasa.  Biara  Shaolin  yang  dipenuhi  rahib-rahib  suci  selalu
               berada  di  belakang  rakyat  jelata.  Celakanya,  hampir  setiap  dinasti  yang  berkuasa

               cenderung korup dan lalim terhadap rakyat banyak, itu otomatis berseberangan dengan

               Biara Shaolin. Celakalah, tabiat buruk itu juga terjadi pada Dinasti Tang.


               Baru  sebulan  Sampek-Engtay  saling  tahu  perasaan  mereka  di  dalam  tembok  biara,

               terbetik  berita  pemberontakan  besar-besaran  di  perfekture  selatan  pecah.  Rakyat
               akhirnya menentang pajak dan tindakan semena-mena prajurit istana. Kota Peking dan

               seluruh kerajaan tiba-tiba bergejolak.


               Tokoh-tokoh penting yang selama ini jengah dengan kebijakan raja mulai mengambil

               sikap.  Sisa-sisa  Dinasti  Chin,  dinasti  yang  disingkirkan  Raja  Tang  sebelumnya,  mulai

               bergabung  dengan  pemberontak  di  selatan.  Pendekar  dan  jago  kungfu  di  seluruh
               daratan mulai terbelah. Belum pernah Dinasti Tang menghadapi masalah seserius itu.

               Dan  Raja  Tang  dengan  dingin  memutuskan  menumpas  habis  semua  yang  berusaha
               melawannya.



               “Aku  harus  kembali  ke  Peking,  Sampek.  Orang-tuaku  mengirimkan  surat.  Ibuku  sakit
               keras. Di tengah situasi genting seperti ini mereka hanya punya aku.” Engtay berbisik

               lemah. Sehelai daun bambu kering jatuh di kepalanya.


               ”Berapa lama?” Sampek bertanya cemas.


               ”Aku tidak tahu. Mungkin hingga Ibu sembuh.” Engtay sama cemasnya.



               Mereka tidak punya pilihan, surat dari keluarga Engtay begitu serius. Ibunya sakit keras.


               “Baiklah. Setelah semua urusan di biara selesai, setelah keributan ini selesai aku akan

               menyusulmu, Engtay.” Sampek berbisik lirih, mengambil lembut daun bambu kering itu.
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139