Page 133 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 133

“Kau  tidak  mau  kita  tertangkap  Rahib  Penjaga  Gerbang,  dan  aku  boleh  jadi  akhirnya

               harus dihukum melewati lantai sembilan, bukan?” Sampek meringis, menirukan wajah
               galak rahib suci tersebut. Engtay tertawa pelan.



               “Ayo.  Kau  harus  pergi.  Aku  akan  baik-baik  saja.“  Sampek  memastikan,  ”Obatmu
               membantu banyak.”



               ”Kau sungguh baik-baik saja?” Engtay bertanya cemas.


               Sampek  mengangguk,  ”Aku  bahkan  sudah  jauh  lebih  baik  saat  mendengar  suaramu

               memanggil beberapa saat lalu.”


                                                           ***


               Celaka.  Sampek  benar-benar  keliru  membayangkan  kalau  Engtay  hanya  gadis  biasa

               yang menyamar menjadi laki-laki demi belajar di Biara Shaloin.


               Dulu, saat tiba di biara, Engtay memang bilang ia berasal dari Peking, ibukota kerajaan.

               Dan Sampek hanya menatap terpesona, berpikir sudah lama sekali  dia ingin pergi ke
               ibukota, amat beruntung ternyata Engtay berasal dari sana. Sampek benar-benar tidak

               bisa membayangkan kalau Engtay ternyata putri salah seorang petinggi kerajaan. Ayah

               Engtay saudara dekat Raja Tang, dinasti yang sedang berkuasa.


               Dan lebih celaka lagi, Engtay adalah jodoh Putra Mahkota sejak kecil—yang membuat

               Engtay memberontak ingin pergi belajar ke Biara Shaolin. Maka urusan pelik itu benar-
               benar menyesakkan. Selama ini Engtay tidak pernah menceritakan bagian itu.


               Nun jauh di Peking sana, keluarga Engtay berkata ke setiap orang yang bertanya, bahwa

               anak putri mereka sedang pergi ke selatan, belajar membaca puisi dan menulis kisah.

               “Wahai, jika demikian gadis itu akan sempurna menjadi permaisuri Dinasti Tang. Sopan
               dan pandai ber-adab.” Raja Tang berseru riang mendengar kabar itu. Keluarga Engtay

               berusaha  keras  menutupi  kepergian  anaknya,  juga  karena  tidak  lazim  di  jaman  itu
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138