Page 131 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 131

”Kita tetap akan tinggal sekamar, bukan?”


               Sampek mengangguk, ”Iya, aku akan tetap tidur di lantai, kau di atas tempat tidur. Tidak

               ada yang mau ketularan penyakit kulit kau.”


               Engtay akhirnya tertawa, malu-malu.



               Senja  tiba.  Hamparan  air  danau  yang  tenang  terlihat  me-merah.  Kupu-kupu  beranjak
               kembali ke sarang. Seekor belibis liar terbang membuat kecipak air. Engtay yang tak-

               tahan  dengan  kesunyian  itu,  mengaku  tentang  perasaannya.  Lama  mereka  bersitatap

               satu-sama  lain.  Tersipu.  Tertunduk  malu.  Menggurat  rumput  dengan  ujung  jari.  Jelas
               sudah. Mereka saling menyukai.



               Mereka tiba di pintu biara persis saat sepanjang hutan kaki Gunung Lu mulai dipenuhi
               ribuan  larik  kunang-kunang.  Berjalan  beriringan.  Malam  itu  ada  janji  yang  terucap,

               meski mulut tak membuka sepatah kata pun.


               Rahib  Penjaga  Gerbang  mengomel  panjang-lebar  melihat  mereka  pulang  amat

               terlambat.  Sampek  malam  itu  dihukum  membersihkan  Ruang  Pusaka.  Sementara
               Engtay  yang  kembali  dengan  samaran  lelakinya  hanya  dilarang  keluar  biara  selama

               seminggu.  Semua  rahib  suci  Biara  Shaolin  menyukai  Engtay,  ia  murid  yang  pintar

               menulis dan membaca puisi, sebab-akibat alam, kebijaksanaan hidup, meski tak pandai
               dalam kungfu.



               Sampek  yang  hatinya  sedang  riang  tidak  sengaja  melihat  liontin  indah  itu  di  Ruang
               Pusaka. Hatinya yang dimabuk cinta berpikiran pendek. Liontin itu akan indah sekali di

               leher Engtay. Sampek mencurinya! Liontin itu bukan senjata pamungkas. Hanya sebuah
               liontin.  Hadiah  Pemaisuri  Dinasti  Chin  puluhan  tahun  silam.  Satu-satunya  dinasti

               penguasa yang dekat dengan Shaolin. Sampek ringan-tangan mengambilnya.


               Perbuatan lancang yang akhirnya diketahui itu ternyata harus dihukum dengan Pagoda

               Lima Tingkat, hari ini. “Semoga kau bisa melewatinya, Sampek! Hanya lima tingkat, kali

               ini,” Rahib Penjaga Pagoda tertawa. “Sekali lagi kau ketahuan mencuri di Ruang Pusaka,
   126   127   128   129   130   131   132   133   134   135   136