Page 126 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 126

”Eh?” Engtay tidak mengerti.


               ”Nanti aku ketularan penyakit kulit kau.” Sampek meringis, tertawa kecil.



               Mereka  bersitatap  satu  sama  lain.  Engtay  ikut  tertawa.  Malu-malu  menundukkan
               kepala. Bersemu merah.



               Malam  itu  purnama  yang  indah  menghias  angkasa.  Sejuta  bintang  menaburi  langit.
               Cemerlang.  Secemerlang  hati  Sampek-Engtay  saat  ini.  Sudah  larut.  Biara  Shaolin

               lengang. Seribu muridnya tertidur nyenyak. Hanya menyisakan satu-dua rahib suci yang

               masih mendengungkan puji-puja bagi penguasa bumi.


               “Kau terlihat lucu.” Sampek berkata pelan lagi.


               “Apanya yang lucu?” Engtay melotot, pura-pura merajuk.



               “Kepalamu. Botak.” Sampek mendekap mulutnya.


               Engtay melotot. Tersipu malu.


               “Aku dulu benar-benar tidak tahu kalau kau seorang perempuan, lihatlah, meski botak,

               malam  ini  kau  terlihat  cantik  sekali.”  Sampek  menatap  lamat-lamat  wajah  sepotong-
               hatinya. Tersenyum malu-malu memuji.



               Engtay  semakin  tersipu  mendengar  pujian  itu.  Memerah.  Sempurna  sudah  mukanya
               menyemburat seperti gadis remaja yang dimabuk cinta. Hilang sudah penyamarannya

               yang sempurna selama ini. Penyamaran?


               Ya!  Karena  Engtay  sesungguhnya  adalah  seorang  perempuan.  Gadis  cantik

               berpendidikan dari Peking, ibu kota  kerajaan. Ia sejak kecil menginginkan sekolah, ia
               gadis pemberontak, tidak mau menghabiskan hari hanya menjadi seorang puteri. Lelah

               keluarganya  membujuk  mengurungkan  niat  tersebut.  Tak  lazim  jaman  itu  anak-gadis

               berangkat jauh-jauh ke gunung hanya untuk menimba ilmu.
   121   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131