Page 129 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 129

Engtay  mengangguk.  Merekahkan  kerah  baju  yang  melilit  lehernya.  Liontin  itu

               berkemilauan indah diterpa cahaya bulan.


               “Liontin ini amat beruntung dipakai gadis secantikmu!”


               Engtay  tersipu  sekali  lagi.  Liontin  itu  pulalah  yang  membuat  Sampek  harus  melalui

               hukuman Pagoda Lima Lantai.


               Pagi  itu  dua  hari  yang  lalu,  Engtay  yang  diam-diam  semakin  menggumpal  perasaan

               cintanya  kepada  Sampek  mengajaknya  bermain  ke  taman  bunga  di  Danau  Lu,  kaki

               gunung.  Sampek  belum  tahu  Engtay  perempuan,  maka  dia  justeru  bingung  sambil
               berkata,  “Kita  lelaki,  Engtay?  Bagaimana  mungkin  kau  mengajakku  ke  sana?  Melihat

               taman bunga?” Sampek melipat dahinya.


               Engtay hanya mengangkat bahu, “Ya, kau tahu, kita disuruh menjelaskan sebab-akibat

               siklus air, bukan? Kita bisa mengamatinya langsung di Danau Lu.“


               Sampek yang tidak mengerti apa maksudnya, mengalah. Memutuskan menemani Engtay

               pergi. Sejak dulu Sampek tidak bisa membantah Engtay, teman dekat sekaligus teman
               satu  kamar  selama  di  biara.  Belakangan  dia  merasa  semakin  ganjil  dengan  tabiat

               Engtay. Engtay terlalu sering ketahuan mencuri-curi pandang kepadanya. Bahkan dalam

               banyak kesempatan, sejak Engtay semakin menyukainya, Sampek merasa risih dengan
               kelakuan  tersebut.  Bagaimana  mungkin  teman  sekamarnya  yang  lelaki  menatapnya

               berbeda?


               Mereka menuju Danau Lu yang indah.


               Sementara  Sampek  duduk-bosan  melihat  taman  bunga,  Engtay  yang  tak  bisa

               mengendalikan  kegembiraannya  melihat  ribuan  kupu-kupu  berteriak  riang.  Suaranya

               yang berat berubah menjadi merdu layaknya seorang gadis di taman bunga. “Engtay,
               ada  apa  dengan  suaramu?”  Sampek  menoleh,  bertanya  bingung.  Engtay  buru-buru

               berdehem, kembali merubahnya menjadi suara laki-laki, pura-pura mengamati Danau

               Lu. Pura-pura mencatat.
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134