Page 135 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 135

“Berjanjilah apapun yang terjadi kau akan selalu mencintaiku.” Engtay berbisik.


               “Aku berjanji akan selalu mencintaimu, Engtay. Aku bersumpah atas nama Budha Suci

               akan datang menjemputmu di ibukota.” Sampek mengangguk.


               Esok pagi, Engtay menggebah kuda kembali ke ibukota yang sedang berkecamuk. Tanpa

               disadarinya, kecamuk yang lebih hebat justru sedang menantinya. Kabar ibunya sakit

               keras  itu  dusta.  Putra  Mahkota  menginginkan  perjodohan  mereka  dipercepat  setelah
               melihat  situasi.  Memaksa  keluarga  Engtay  memanggil  pulang  Engtay  yang  sedang

               belajar puisi. Dan keluarga Engtay yang terdesak, akhirnya menggunakan cara itu agar

               Engtay bersedia pulang.


               Situasi memang berubah cepat sekali. Pemberontakan semakin membara. Biara Shaolin

               dengan  segera  menjadi  tempat  perlindungan  rakyat.  Sejauh  ini  Rahib  Ketua  masih
               menolak melibatkan diri. Hanya membantu yang terluka, teraniaya dan membutuhkan

               perlindungan. Tetapi hanya tinggal waktu, suka atau tidak, Biara Shaolin akan terlibat

               dalam peperangan.


               Sampek-Engtay  rajin  berkirim  surat  setiap  purnama.  Berita-berita  yang  dikirimkan
               penuh kecemasan, meski di sana-sini kalimat rindu dan sayang memenuhi sudut kertas.

               Dan  betapa  terkejutnya  Sampek  tiga  bulan  kemudian,  saat  Engtay  mengabarkan

               perjodohan  itu.  Tanpa  menyebut  nama  Putra  Mahkota  saja  perjodohan  tersebut
               meruntuhkan hatinya, apalagi melihat nama itu tertulis jelas-jelas di atas kertas yang

               penuh bercak air-mata. Air-mata Engtay.


               “Pernikahan kami sudah ditentukan, Sampek. Hari ke-tujuh, bulan ke-tujuh. Aku tak bisa

               membayangkan mengenakan gaun panjang putih berenda bukan untukmu. Mengenakan
               cindai pewarna di tangan bukan untukmu. Mengenakan cadar merah pengantin bukan

               untukmu. Datanglah menjemputku Sampek. Aku mohon.”


               Dan  itulah  yang  dilakukan  Sampek  esok  paginya.  Tanpa  berpikir  panjang.  Tanpa

               mengerti apa yang akan dia hadapi. Sampek berpamitan dengan Rahib Ketua. Menyusul

               Engtay ke ibukota. Tetapi demi Budha Suci, apalah daya Sampek? Siapa dia? Urusan ini
   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139   140