Page 14 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 14

ye, atau ehem, katanya alim, nggak mau pacaran, kenapa sekarang malah naksir cowok? Aku

               rasa-rasanya mau menjitak jidat lebar dan lucu milik Puteri.

               Beruntung, belakangan Sari lebih banyak lurus menengahi bukan tertawa melihat muka masam

               kami satu sama lain. Seperti malam ini, Sari mengajak aku dan Puteri makan bareng. Sari yang
               akan mentraktir, dompetnya lagi tebal, barusan dapat kiriman dari Nyokap.




               “Janji  ya,  tidak  ada  pembahasan  tentang  Rio,  facebook  dan  sebagainya.”  Sari  mendaftar
               peraturan.


               Aku  dan  Puteri,  demi  makan  malam  gratis  di  salah  satu  kedai  fast  food  dekat  kampus
               mengangguk kompak.


               “Bahkan tidak boleh saling sindir, menyindir.” Sari melotot, memastikan.


               “Siap, bos.” Aku dan Puteri menjawab kompak.


               Sayangnya, jika aku dan Puteri sepakat untuk tidak membahas soal itu, yang bersangkutan, Rio,
               justeru kebetulan sedang makan bersama teman-temannya di sana.


               Aduh, aku mengeluh dalam hati, bakal runyamlah makan malam bersama kami. Pihat, baru juga
               melihat  sekilas,  Puteri  sudah  mesem-mesem  terlihat  riang,  menyikut  Sari,  maksudnya,  kita

               bergabung ke meja mereka saja. Aku mendengus, nggak usah, jangan genit. Puteri melotot, cuek
               bebek.


               “Hei, kalian mau makan di sini juga, ya?” Rio yang melihat kami saling sikut masuk kedai fast
               food,  justeru  melambaikan  tangan,  berdiri,  lantas  menyapa,  “Gabung,  yuk.”  Rio  seperti  biasa

               selalu keren dan ramah, memberikan tawaran. Mata Puteri langsung menyala seratus watt. Aku
               menghembuskan nafas, puh, dasar centil.


               Tapi  setidaknya,  saat  aku  mencemaskan  harus  menyaksikan  Puteri  yang  terus  pecicilan,

               ternyata  ketidaksengajaan  ini  memiliki  manfaat  tersendiri.  Apa  yang  aku  bilang  selama  ini
               benar, kan? Lihat tuh, di dunia maya saja Puteri merasa dia dan Rio dekat satu sama lain, lantas

               berseru-seru  antusias  di  kontrakan  kami.  Di  dunia  nyata?  Kebalikannya,  180  derajat.  Tidak
               sekalipun mereka saling bicara meski satu meja. Rio lebih banyak ngobrol bareng temannya,
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19