Page 16 - Sepotong Hati Yang Baru - Tere Liye
P. 16

“Tuh, ada komen Rio, Sar.” Tiga puluh detik berlalu, aku lagi-lagi memperlihatkan layar telepon

               genggam, sepertinya Rio yang pulang ke kostan, sedang online juga di perjalanan.

               “Dia komen apa?”


               “’Wah, ternyata bisnis kue-kue Nana sudah besar, ya. Padahal aku baru tahu tadi siang.’” Aku

               sengaja  membaca  komen  Rio  seperti  sedang  berdeklamasi  puisi.  Facebook-ku  memang  tidak
               seperti profile kebanyakan, aku tidak memakai nama asli, foto asli, facebook-ku hanya tempat

               jualan kue.

               Sari tertawa. Puteri semakin melotot, tetap tidak bicara.


               “Kayaknya ada yang profile facebooknya nggak sempat dilihat sama gebetannya lagi, nih. Sejak

               tadi gebetannya komen mulu di profileku sih.” Aku nyengir.


               Sari berusaha menahan tawa. Kasihan melihat tampang Puteri yang seperti hendak menangis.
               Aku santai-santai saja, makanya, siapa suruh dia GR? Terbukti, kan? Saat kebenaran itu datang,
               maka  bagai  embun  yang  terkena  cahaya  matahari,  debu  disiram  air,  musnah  sudah  semua

               harapan-harapan  palsu  itu.  Menyisakan  kesedihan.  Salah  siapa?  Mau  menyalahkanku?  Salah
               Rio?


               “Ya  ampun,  dia  barusaja  pasang  status  baru,  Sar.”  Kali  ini  aku  benar-benar  tidak  berniat
               membuat  hiperbolik  seruanku.  Kali  ini  aku  benar-benar  deg-degan,  berseru  sedikit  di  luar

               kendali.


               “Memangnya status apa?” Kepala Sari mendekat, berusaha melihat layar telepon genggam.

               “‘Wanita yang bisa membuat kue adalah wanita yang cantik dan baik hatinya. Karena kue yang

               enak, selalu dihasilkan dari proses ketelatenan, kesabaran dan penuh perasaan. Itu kata Mama.’”


               Bahkan Puteri yang sejak tadi berusaha menahan jengkel, karena digoda terus sepanjang jalan
               ikut terdiam, menelan ludah. Astaga? Itu status yang menarik sekali, bukan? Aku dan Rio baru

               saja saling komen soal makan malam barusan, dan bisnis kue-kue-ku yang baru dia tahu tadi
               siang dan sekarang lewat facebook, tiba-tiba Rio menulis status seperti itu. Wajahku memerah

               entah oleh perasaan apa. Rio?
                                                           ***
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21